SEJARAH KHITAN


Mengenai masalah khitan yang diyakini sebagai ajaran agama Islam masih menimbulkan perdebatan dikalangan ulama’, ilmuwan dan peneliti, sebagian mereka mengatakan bahwa, khitan baik laki-laki maupun perempuan merupakan ajaran Islam, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa khitan bukan merupakan ajaran Islam.

Khitan sebetulnya adalah merupakan suatu ajaran yang sudah semenjak Islam belum lahir, dalam kitab Mugni al-Muhtaj dikatakan bahwa orang laki-laki yang pertama kali melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as. Dan orang wanita yang melakukan khitan pertama kali adalah Siti Hajar istri Nabi Ibrahim as.[1]

Ajaran khitan atau sunat sudah sangat lama dikenal dan dilakukan diberbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Samit Purba serta berbagai bangsa Amerika dan Afrika, Polinesia, Australia dan Indonesia.[2]

Dari beberapa penelitian mengenai masalah khitan organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan bahwa di Mesir tradisi semacam ini telah dilakukan jauh sebelum agama Islam lahir. Data menunjukkan bahwa praktek-praktek tersebut telah dilakukan di sebelah selatan Afrika kira-kira sejak 6000 tahun yang lalu, bahkan terdapat bukti-bukti atau gambar-gambar relief dari zaman Mesir pada tahun 2800 sebelum masehi.[3]

Menurut Hubber, terdapat sebuah papyrus Mesir kuno yang melukiskan operasi khitan wanita dari abad ke-6 SM menunjukkan adanya tanda-tanda clitorydictomy begitu pula terdapat bukti lebih jauh bahwa praktek itu lazim dikalangan bangsa Mesir kuno.  Chabbas telah melukiskan suatu pemandangan khitan perempuan itu pada sekitar tahun 1350 SM. Khitan wanita diketahui tetap dijalankan sebagai upacara pra nikah pada abad ke-2 SM. Di Mesir, seorang ahli geografi Yunani, Strabo pernah menjadi tamu di Mesir pada 25-24 SM mendapati bahwa khitan perempuan merupakan adat istiadat bangsa Yahudi.[4]

Alasan pertama dilakukan khitan perempuan tersebut adalah religi yang dimaksudkan untuk menghukum manusia agar tidak melakukan tindakan seksual yang menyimpang dan berlebihan.

Sementara itu, di Indonesia mengenal khitan sebelum Islam datang, seperti masyarakat Banten misalnya. Dalam sebuah catatan sejarah permulaan masuknya agama Islam di wilayah kerajaan Pajajaran, kropok 406 cerita Parahiayangan diungkapkan bahwa: “Sumbelihan niat inya bresih suci wasah, disunat ka tukangnya jati sunda teka”. Terjemahannya adalah sebagai berikut: “Disunat agar terjaga dari kotoran, bersih suci bila dibasuh. 

Disunat pada ahlinya, merupakan kebiasaan adat Sunda yang sesungguhnya”, dari catatan tersebut dapat ditafsirkan bahwa tradisi khitan (laki-laki dan perempuan) telah dikenal oleh masyarakat Sunda jauh sebelum Islam berkembang di wilayah tersebut. Kedatangan Islam yang memuat ajaran tentang khitan terutama khitan laki-laki merupakan penyempurnaan religi atas adat dan tradisi yang telah lama dianutnya.[5]

Dari sebagian besar teori yang berkembang menyebutkan bahwa prkatek khitan perempuan telah dikenal oleh masyarakat Mesir jauh sebelum Islam lahir dan hal tersebut (feemale genital Cutting) dilakukan untuk mengontrol perilaku seksual perempuan. Hal ini berkaitan erat dengan sistem sosial masyarakat patrilineal yang menempatkan keperawanan seseorang yang sangat tinggi baik secara sosial maupun ekonomi.
                                                





[1] Muhammad al-Khatib as-Syarbini, Mughni al Muhtaj Ila Ma’rifat al Ma’ani al Fadhul Minhaj , Juz V,  Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiah ,1995, hal. 540
[2] Sismono, Khitan  (Circumcisio)  Pandangan Menurut Ilmu dan Agama, Bandung : CV Modernis 1973, Hlm. 7.
[3] Ristiani Musayarofah, Khitan Perempuan Antara Tradisi dan Ajaran Agama, Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM kerjasama dengan Fourd Foundation, 2003,  hlm. 26
[4] Munawar Ahmad Anees, Islam And Biological Futures: Etic, Gender, Tecnology, (terj:Rahmani Astuti) Bandung: Mizan 1992 hlm.63
[5] Ristiani Musyarofah op. cit, hlm. 27

No comments:

Post a Comment