Di
dalam tasawuf banyak sekali pengertian yang digunakan untuk memaknai tarian
spiritual. Secara etimologi, dua kata ini tidak tepat jika diartikan secara
terpisah. Karena antara kata tarian dan spiritual memiliki arti yang berlawanan.
Tarian berarti gerakan badan yang berirama dan diiringi dengan musik.[1] Sedangkan spiritual
berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral[2] yang non materiil.[3]
Jadi akan lebih tepat jika diberi pengertian secara tergabung, yang
mana tarian spiritual berarti gerakan badan yang berirama dan mempunyai makna yang
bersifat rohani. Secara terminologi, tarian spiritual adalah tarian yang dilakukan
oleh kaum sufi yang merupakan salah satu bentuk praktek dalam tasawuf yang
disebut juga tarian dzikir,[4] karena mengiringi dzikir
yang dilakukan oleh kaum sufi.[5]
Seperti
telah disinggung di atas, bahwa tarian spiritual memiliki banyak sekali istilah
dan pengertian yang semakna. Meskipun tarian ini dalam bahasa Arab disebut raqsh,
tapi tarian spiritual kebanyakan tidak memakai kata tersebut, karena bermaksud
untuk menghindari campur aduk antara
tarian spiritual dengan bentuk-bentuk tarian hiburan yang bersifat kesenangan
dan dunia saja. Oleh karena itu, tarian spiritual biasa disebut sama’[6] yang juga berarti untuk
keseluruhan dalam konser spiritual, termasuk musik dan nyanyian yang
dilantunkan.[7]
Tarian
spiritual adalah suatu ekspresi para darwis[8] yang mempunyai keinginan
untuk menyerahkan diri kepada Allah SWT.[9] Karena itulah gerakan-gerakan tarian ini
merupakan jalan mengantarkan penari dalam berkonsentrasi kepada Allah,[10] yaitu sebagai upaya untuk
menyatu dengan pengalaman spiritual.
Tarian
ini telah dilakukan oleh banyak tarekat sufi, tetapi al-Rumi menjadikan tarian
sakral ini sebagai ciri khas dalam tarekatnya.[11] Hal ini karena tarian
spiritual memiliki gerakan yang khas dan mengandung makna-makna tertentu
sehingga di antara Tarekat-tarekat yang lain, yang paling masyhur dengan tarian
spiritual hanyalah tarekat yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi yaitu Tarekat Maulawiyah.[12]
Tarian
sufi dalam Tarekat Maulawiyah merupakan karya agung yang selama beberapa abad
menyebarkan nafas spiritual dan terus menyuburkan kehidupan spiritual kaum
muslim, bahkan yang bukan muslim sekalipun,[13] karena dalam
pelaksanaannya, tarian ini dilakukan dalam pertemuan beragama.[14]
Jika pelakunya adalah orang Kristen, maka akan
dapat menjadi orang Kristen yang sempurna dan jika pelakunya adalah orang
muslim, maka akan menjadi Muslim yang sempurna pula, mengingat tujuan utamanya
adalah untuk kesempurnaan.[15]
Sama’
disebut juga konser spiritual, yaitu konser yang menggunakan musik dan tarian
sebagai penunjang kehidupan keagamaan para sufi yang melaksanakan.[16] Dari konser inilah
penonton dapat menyaksikan bahkan ikut
merasakan betapa eksotik[17] tarian ini. Tarian ini
dalam Tarekat Maulawiyah sering disebut sebagai tarian berputar yang diiringi
oleh musik,[18]
sebagai ritual para darwis.[19]
Kaum
sufi menjadikan tarian dan gerakan sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan
cintanya kepada Allah SWT.[20] selama rasa cinta itu
ada. Tetapi jika dalam hati yang ada hanya nafsu, maka tarian ini pun hanya
akan mengumbar nafsu belaka. Oleh karena itu tradisi sufi ini harus sepenuhnya dilakukan
oleh para darwis yang terbebas dari nafsu-nafsu duniawi, sehingga tidak sembarang
orang bisa ikut dalam pelaksanaan tarian ini.[21]
Latihan
para darwis ini merupakan usaha dalam mencapai suatu cita dalam merasakan lebih
dalam tentang keagungan Allah, dan juga agar bisa merasakan kehadiran-Nya dalam
setiap gerak, tempat dan waktu.[22] Oleh karena itu disebut juga
pembuka jiwa, untuk meningkatkan kesadaran akan kehadiran Allah SWT.[23] Maka tarian ini pun dapat
dimaknai sebagai gerak jiwa manusia dalam mendekati Allah.[24] Oleh karena ditujukan
hanya untuk Allah, maka rasa berserah diri kepada Allah akan membawa ketenangan
pada jiwa seseorang.
Tarian
spiritual adalah bagian dari praktek melepaskan segala kegelisahan duniawi,[25] yaitu kondisi kejiwaan
yang sedang terguncang dan mempunyai emosi tertentu. Hal ini dapat diatasi
dengan dzikir, memuji dan menyerahkan diri kepada Allah SWT.[26] Bahkan tarian ini juga
sebagai cara untuk mencapai kesadaran ekstatik[27] dalam penyatuan dengan
Allah SWT.[28]
[1] Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam; Seni Vokal, Musik
dan Tari, terj. Islisyah Asman dan Rahmat Kurnia, Gema Insani Press, Jakarta,
1991, hlm. 85
[2] Bidang Perkamusan dan
Peristilahan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi I, Balai Pustaka, Jakarta,1998,
hlm. 857
[3] Pius A. Partanto, M. Dahlan
Al-Barry, Kamus Ilmiyah Populer, Arkola,
Surabaya, 1994, hlm. 721
[4] Titus Burckhardt, Mengenal Ajaran Kaum Sufi, terj.Azyumardi
Azra dan Bachtiar Effendi, PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1984, hlm. 143
[5] William C. Chittick,
Tassawuf Di Mata Kaum Sufi, terj. Zaimul
Am, Mizan, Bandung, 2002, hlm. 143
[6] Sama’ secara harfiah berarti
pendengaran, tetapi istilah ini juga mengacu pada setiap tradisi sufi yang
berkaitan dengan musik dan nyanyian, termasuk tarian. Lihat Jalaluddin Rumi,
Jalan Menuju Cinta, terj. Asih Ratnawati, Terompah, Yogyakarta, 2000, hlm. 248
[7] Seyyed Hossein Nasr, ( Editor
), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, terj. Tim Penerjemah
Mizan, Mizan, Bandung, 2003, hlm. 622
[8] Darwis adalah seseorang yang
mengikuti suatu aliran spiritual di bawah bimbingan seorang guru besar
spiritual. Lihat Jalaluddin Rumi, op. cit., hlm. 244
[9] Seyyed Hossein Nasr, op. cit.,
hlm. 625
[10] Martin Lings, Ada Apa dengan
Sufi, terj. Achmad Maimun, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2004, hlm. 109
[11] Mulyadi Kartanegara, Jalaluddin Guru Sufi dan Penyair Agung,
Teraju, Jakarta, 2004, hlm. 15
[12] Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliyah Tasawuf, terj. Arif
Anwar, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2003, hlm. 238
[13] Seyyed Hossein Nasr,
Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Drs. Sutejo, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 127
[14] Martin Lings, op., cit., hlm.
108
[15] Kabir Helminski, Hati yang
Bermakrifat, terj. Abdullah Ali, Pustaka Hidayah, Bandung, 2002, hlm. 35
[16] C. Ramli Bihar Anwar,
Bertasawuf tanpa Tarekat, Hikmah dan Iiman, Jakarta, 2002, hlm. 90
[17] Eksotik yaitu bergaya asing, luar biasa, istimewa, aneh.
Lihat Bidang Perkamusan dan Peristilahan, op. cit., hlm. 221
[18] Annemarie Schimmel, Dunia
Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, terj. Saut Pasaribu, Pustaka Sufi,
Yogyakarta, 2002, hlm. 44
[19] Mulyadi Kartanegara, ibid
[20] William C. Chittick, op. cit.,
hlm. 145
[21] C. Ramli Bihar Anwar, op.
cit., hlm. 91-92
[22] A. J. Arberry, Pasang Surut
Tasawuf, terj. Bambang Herawan, Mizan, Bandung, 1985, hlm. 118-119
[23] Syaikh Fadhalla Haeri,
Jenjang-Jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2000, hlm. 116
[24] Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Sapardi
Djoko Damono dkk., Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hlm. 232
[25] Syaikh Fadhlalla Haeri, op.
cit., hlm. 119
[26] Idries Shah, Butiran Mutiara
Hikmah, terj. Ilyas Hasan, Lentera, Jakarta, 2002, hlm. 52
[27] Ekstatik berarti mendalam,
yang disebabkan oleh cinta pada Ilahi. Lihat Fathullah Gullen, Kunci-Kunci
Rahasia Sufi, Cet. I, terj. Tri Wibowo Budi Santoso, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2001, hlm. 237
[28] Leslie Winnes, Menari
Menghampiri Tuhan; Biografi Spiritual Rumi, terj. Sugeng Hariyanto, PT. Mizan
Pustaka, Bandung 2001, hlm. 21
No comments:
Post a Comment