Islam
adalah agama yang sempurna, seluruh aktivitas muslim, baik yang berhubungan
dengan urusan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan negara diatur oleh Islam.
Salah satunya adalah Rasulullah SAW membimbing umatnya dalam menyambut
kehadiran seorang bayi. Islam memandang kelahiran sang bayi bukanlah hanya
sebuah proses alamiah belaka.
Sebagaimana
terjadi pada mahluk hidup lainnya, melainkan sebuah kejadian yang akan
mempengaruhi sistem kehidupan di muka bumi ini di masa yang akan datang. Hal
ini disebabkan oleh kehadiran seorang manusia bisa membawa dua kemungkinan,
kemungkinan ia sebagai perusak atau sebagai reformis yang membawa kebaikan
dunia. Maka dari itu, Islam memberikan tuntutan dalam penyambutan kehadiran
seorang bayi di muka bumi ini. Hal ini dimaksudkan agar kehadirannya tidak lain
akan memberikan dampak positif bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa negara
dan agamanya.
Nama
merupakan identitas atau tanda pengenal yang mempermudah dalam mengingat dan
menganalisis sesuatu. Tanpa adanya nama, manusia merasa kesulitan dalam
mengenali sesuatu hal. Oleh sebab itu Allah SWT mengajarkan kepada bapak kita,
nabi Adam AS. Nama-nama benda yang ada di alam dunia ini.[1]
Dalam
beberapa sumber yang pernah dibaca penulis sebagian besar ulama maupun pakar
pendidikan anak menggandengkan pemberian nama ini dengan bagian dari prosesi
aqiqah (penyembelihan hewan pada saat kelahiran bayi).
Nipan
Abdul Halim menyebut beberapa tujuan yang seharusnya menjadi pijakan orang tua
muslim tentunya tidak lepas dari tiga hal secara bersamaan, yakni memenuhi
kewajiban alami, mentaati perintah agama dan mendidik kesalehan anak.[2]
1. Memenuhi kewajiban alami
Semua
yang ada di alam ini tak akan teridentifikasikan secara pasti tanpa nama-nama
yang melekat padanya terlebih lagi isi alam yang menjadi mahluk paling mulia
berupa manusia. Untuk mengidentifikasi-kannya, manusia secara mutlak memerlukan
sebuah nama yang secara otomatis menjadi sebuah kewajiban alami.
Manusia
yang pertama kali diciptakan oleh Allah pun tidak lepas dari kewajiban alami.
Allah SWT memberinya nama Adam, dan benda-benda yang berkenaan atau
mengelilingi kehidupan beliaupun oleh Allah SWT diberikan nama sendiri yang
kemudian diberitahukan kepada beliau.
Hal
ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT secara jelas dalam surat al-Baqarah:
31.
و
علم آدم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملائكة
“Dan
dia (Allah SWT) mengajarkan kepada Adam nama-nama semua (benda) yang kemudian
disebutkannya terhadap para malaikat……” (Q.S. Al-Baqarah : 31).[3]
Dengan
demikian, ketika menamai anak para orang tua muslim tidak terlepas dari tujuan
untuk memenuhi kewajiban alami yang satu ini. Karena tanpa sebuah nama, nyaris
anak-anak yang terlahirkannya itu tidak terbilang sebagai manusia. Dengan nama
yang diberikan itulah, maka anak terlengkapi unsur kemanusiaannya.
Dalam
rangka menempatkan tujuan untuk memenuhi kewajiban alami tersebut, maka nama
yang hendak diberikan mesti disesuaikan dengan jati dirinya anak itu sendiri.
Sebagai mahluk termulia di alam raya ini. Tidak disamakan dengan nama binatang
dan juga tidak disamakan dengan nama malaikat, apalagi nama kekuasaan dan
keagungann Allah SWT.
2. Mentaati Perintah Agama
Selain
untuk memenuhi kewajiban alami, menamai anak hendaklah bertujuan pula untuk
memenuhi perintah agama, sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
عن
الحارث بن النعام قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أكرموا أولادكم و
أحسنوا أسمائهم (رواه ابن ماجه)
Dari
Kharis bin Nu’am ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Muliakanlah anak-anak kalian dan berilah mereka nama-nama yang baik”.
(H.R. Ibnu Maajah)[4]
Dengan
menetapkan tujuan menamai anak untuk mentaati perintah agama, niscaya harapan
yang dicanangkan di dalam nama yang diberikan kepada anakpun akan berupa harapan yang baik dan benar menurut
kaca mata agama.
Sebuah
harapan mulia agar anaknya kelak tumbuh dewasa menjadi insan muslim yang taat
menjalankan ajaran agamanya, mampu menghambakan diri kepada Allah SWT secara
baik dan benar, serta mampu pula
berhubungan baik dengan sesama makhluk ciptan-Nya.
Selain
memiliki harapan yang jelas dan benar dengan menetapkan tujuan menami anak
untuk mentaati perintah agama maka apa yang akan dilakukannya itu sudah barang
tentu akan mendapatkan imbalan dari sisi Allah SWT.[5]
3. Mendidik kesalehan anak
Selain
kewajiban memberikan nama yang baik kepada anak, salah satu kewajiban berat
lainnya bagi orang tua terhadap anak
tercintanya ialah mendidik dan mengarahkan menuju terbentuknya anak yang saleh,
yang pandai menghambakan diri kepada Allah SWT secara baik dan benar, sekaligus
pandai berhubungan sesama makhluk. Sehingga anak tersebut bisa terselamatkan
dari sengatan api neraka.
Kewajiban
tersebut merupakan instruksi langsung dari Sang Pencipta yang harus ditaati
oleh setiap hamba-Nya yang beriman. Perintah ini secara tegas disampaikan dalam
firman-Nya.
يا
أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم و أهليكم نارا ...
“Wahai
orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga (anak, istri) kalian dari siksa
api neraka…” (Q.S. al-Tahrim: 6).[6]
Menjaga
diri dan keluarga dari siksa api neraka tidak lain harus dilakukan
dengan cara mendidik diri dan keluarga menuju terbentuknya insan-insan yang
saleh. Dan insan yang saleh itu sendiri tiada lain adalah insan yang pandai
menghambakan diri kepada Allah SWT dan pandai berhubungan baik dengan sesama.
Insan saleh yang demikian nantinya akan terjauh dari kehinaan dan siksaan api
neraka.[7]
[1] Labib MZ., Namaku Nama Islami,
(Surabaya: Cipta Karya, 2003), hlm. v.
[2] M. Nipan Abdul Halim, Anak
Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000), hlm. 64.
[3] Depag RI,
Al-Qur'an dan Terjemahnya,
(Surabaya: Mahkota, 1989), hlm. 14.
[4] Abi Abdillah M. Bin Yazid
Al-Qazwany, Sunan Ibnu Majah 2, (Beirut:
Dar al Fikr, t.th.), hlm. 1114 (hadits ke 3671).
[5] Nipan Abdul Halim, Op.Cit.,
hlm. 65.
[6] Depag RI,
Op.Cit., hlm. 951.
[7] Nipan Abdul Halim, Op.Cit.,
hlm. 67.
No comments:
Post a Comment