AF’ALUL QULUB


Af’alul Qulub, yaitu fi’il-fi’il yang menunjukkan arti pekerjaan yang dilakukan dalam hati, sehingga makna-maknanya berada dalam hati.[1] Af’alul Qulub terbagi menjadi dua, yaitu:

1)  Fi’il yang menunjukkan pada makna yakin, yaitu ada enam fi’il, yaitu:[2]

a)   (رَأَى) dengan makna yakin, seperti syair,

رَأَيْتُ اللهَ اَكْبَرَ كُلِّ شَيءٍ * مُحاَوَلَةً وَ اَكْثَرَهُمْ جُنُوداَ

Aku yakin kalau Allah adalah maha besar, yang setiap perkara berada dalam kekuasaan-Nya, dan paling banyak pasukannya,”

Baik keyakinan itu memang sesuai dengan keyataan atau dengan kemantapan hati, meskipun tidak sesuai dengan kenyataan, karena itu adalah suatu keyakinan bagi orang yang melakukannya, dan terkadang keduanya berkumpul dalam satu kejadian, seperti (إِنَّهُمْ يَرَونَهُ بَعِيْداً وَ نَرَاهُ قَرِيباً) artinya mereka meyakini kalau dibangkitkan tidak akan terjadi sedangkan kita yakin kalau itu akan terjadi.

b)  (عَلِمَ) dengan makna yakin, seperti (عَلِمْتُ زَيْداً اَخاَكَ) “Saya yakin kalau Zaid adalah saudaramu.” Dan jika bermakna tahu, maka dia muta’addi maf’ul satu, seperti (عَلِمْتُ الْأَمْرَ) “Aku mengetahui suatu perkara.”

c)  (دَرَى) dengan makna yakin, seperti syair,

دُرِيْتَ الْوَفِيَّ ياَ عَمْرُو فَاغْتَبِطْ * فَإِنَّ اغْتِباَطاً بِالْوَفَاءِ حَمِيْدُ

Wahai Amr! Kamu diyakini sebagai orang yang menepati janji, maka bergembiralah, karena bergembira dengan menepati janji adalah terpuji.”

d)   (تَعَلَّمْ) dengan makna yakinlah! seperti syair,

تَعَلَّمْ شِفَاءَ النَّفْسِ قَهْرَ عَدُوِّهاَ * فَباَلِغْ بِلُطْفِهِ فِي التَّحَيُّلِ وَ الْمَكْرِ

Yakinlah! Obatnya nafsu adalah memerangi musuhnya, maka cukuplah dengan kehalusan dalam mengatur dan memperdaya nafsu.”

e)     (وَجَدَ) dengan makna yakin yang masdarnya adalah (وُجُودٌ) dan (وُجْداَنٌ), seperti (وَجَدْتُ الصِّدْقَ زِيْنَةَ الْعُقَلاَءِ) “Aku meyakini bahwa kejujuran adalah perhiasannya orang-orang yang berakal.”

2) Fi’il yang menunjukkan pada makna dzan atau mengunggulkan terjadinya sesuatu, yaitu:[3]

a)  (ظَنَّ) yang untuk mengunggulkan terjadinya sesuatu, seperti (ظَنَنْتُ زَيْداً صَدِيْقَكَ) “Aku menyangka kalau Zaid adalah teman karibmu.”

Namun, terkadang lafal itu digunakan untuk makna yakin, seperti (وَ ظَنُّوا أَنَّهُمْ مُلاَقُو رَبَّهُمْ) “Dan sesungguhnya mereka meyakini kalau mereka adalah orang-orang yang akan bertemu dengan Tuhannya.”

b) (خَالَ) dengan makna (ظَنَّ) yang untuk mengunggulkan terjadinya sesuatu, seperti (خِلْتُ زَيْداً اَخاَكَ) “Aku menyangka Zaid adalah saudaramu.”

Namun, terkadang lafal itu digunakan untuk makna yakin, seperti,

دَعاَنِي الْغَوَانِي عَمَّهُنَّ وَ خِلْتُنِي * لِيَ اسْمٌ فَلاَ أُدْعَى بِهِ وَ هُوَ اَوَّلُ

“Para penyanyi itu memanggilku sebagai pamannya, dan saya meyakinkan kalau diriku memiliki nama yang aku tidak dipanggil dengan nama itu, padahal nama itu adalah nama yang pertama.”

c) (حَسِبَ) yang untuk mengunggulkan terjadinya sesuatu dengan makna (ظَنَّ), seperti (حَسِبْتُ زَيْداً صَاحِبَكَ) “Aku menyangka Zaid adalah temanmu.”

Namun, terkadang lafal itu bermakna yakin, seperti syair,

حَسِبْتُ التُّقَى وَ الْجُودَ خَيْرَ تِجاَرَةٍ * رَباَحاً اِذَا ماَ الْمَرْءُ اَصْبَحَ ثَاقِلاً

Aku yakin kalau takwa kepada Allah dan sifat pemurah adalah paling baiknya perniagaan dalam keuntungannya, ketika seseorang meninggal dunia.”

d)  (جَعَلَ) dengan makna (ظَنَّ), seperti (وَ جَعَلُوا الْمَلاَئِكَةَ الَّذِيْنَ هُمْ عِباَدُ الرَّحْمَنِ إِناَثاً) “Dan mereka telah menyangka para malaikat, yang mereka adalah hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang, adalah perempuan.”

e)  (حَجاَ) dengan makna (ظَنَّ), seperti syair,

قَدْ كُنْتُ اَحْجُو اَباَ عَمْرٍ اَخاً ثِقَةٍ * حَتَّى أَلَّمَتْ بِناَ يَوماً مُلِمَّاتُ

Sungguh aku menyangka Abu Amr adalah saudara dan teman yang dapat dipercaya, sehingga pada suatu hari telah menimpa kami berbagai macam cobaan karena dia tidak seperti itu.”

f)  (عَدَّ) dengan makna (ظَنَّ), seperti syair

فَلاَ تَعْدُدِ الْمَوْلَى شَرِيْكَكَ فِي الْغِنَى * وَ لَكِنَّماَ الْمَولَى شَرِيْكُكَ فِي الْعُدْمِ

Janganlah kamu menyangka bahwa yang dinamakan kekasih adalah orang yang bersamamu disaat kamu kaya, tetapi kekasih sejati adalah orang yang menemani kamu disaat kamu susah dan miskin.”

g) (زَعَمَ) bermakna (ظَنَّ) digunakan untuk perkara yang diragukan kebenarannya, seperti syair,

فَإِنْ تَزْعَمَنِي كُنْتُ اَجْهَلُ فِيْكُم * فَإِنَّي شَرَيْتُ الْحِلْمَ بَعْدَكَ بِالْجَهْلِ

Jika kamu perempuan menyangka kalau aku adalah paling bodohnya orang diantara kalian, maka sesungguhnya aku akan membeli sifat murah hati dengan kebodohan setelah kematianmu.”

h)  (هَبْ) dengan lafal amar yang bermakna (ظُنَّ), seperti syair,

فَقُلْتُ أَجِزْنِي اَباَ خَالِدٍ * وَ إِلاَّ فَهَبْنِي امْرَءاً هاَلِكاً

Aku berkata: “Selamatkanlah diriku, Abu Khalid! Jika kamu tidak mau menyelamatkan aku, maka sangkalah diriku adalah orang yang pasti akan binasa.” 





[1] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz I hlm. 36
[2] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz I hlm. 37
[3] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz I hlm. 40

4 comments: