Kaidah
umum ta’wil mimpi menurut Ibnu Sirin meliputi sebagai berikut:
a. Adab ta’wil mimpi
Apabila
seorang penta’wil mendengar suatu mimpi dari seseorang disunahkan baginya untuk
menahan diri dari penta’wilan, khususnya mimpi yang tidak menyenangkan.
b. Waktu ta’wil mimpi
Menafsirkan
mimpi pada waktu pagi adalah lebih baik, karena pikiran penta’wil masih jernih
dan kuat, sedangkan ingatan si penanya juga masih kuat ingatannya tentang mimpi
yang dialami.
c. Mimpi yang dapat dipercaya
Seorang
penta’wil hendaknya menta’wilkan mimpi yang berhubungan dengan kabar gembira,
peringatan atau manfaat kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan semua hal selain
itu hendaknya tidak diutamakan agar tidak menjadi alat bayangan kosong yang
datang dari setan.
d. Beberapa ketentuan penta’wil dalam
menta’wilkan
Seorang
ahli ta’wil harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Menjadikan al-Qur’an sebagai
i’tibar
2) Mengetahui hikmah dan permisalan
dari nabi serba ahli hikmah
3) Menjadikan khabar atau sunnah nabi
Muhammad dan permisalan ta’wilnya.
4) Permisalan-permisalan yang sudah
terkenal.
5) Memahami ungkapan-ungkapan yang
mengandung pelajaran dan kesan yang memberikan makna.
6) Mengetahui asal atau akar kata dan
makna kata atau sebutan.
7) Menjaga diri lahir dan batin.
8) Menganalisa kandungan mimpi.
e. Memperhatikan keragaman subjek dan
objek mimpi
Setiap
mimpi yang mengandung kebaikan dan keburukan secara bersamaan, maka mimpi itu
akan memberikan kebaikan bagi orang yang shaleh, sedangkan ia akan memberi
keburukan pada orang ingkar. Kadangkala mimpi berisi peristiwa yang sedang
dihadapi serta menceritakan masa depan, yang berupa kebaikan atau keburukan.
f. Memperhatikan tabiat zaman dan
benda
Mengetahui
keadaan berbagai zaman, keadaan curah hujan, manfaat, bahaya, waktu-waktu terang,
berombaknya laut, adat kebiasaan, suatu negeri dan penduduknya, merupakan acuan
dalam menta’wilkan mimpi yang sangat membantu. Karena semua itu merupakan
pengertian yang sudah umum diketahui orang.[1]
[1] Sirin, Ibnu, Tafsir al-Ahlam al-Kabir;
Takwil Shahih 1001 Mimpi, Jakarta: Cendekia, 2003, hlm. xii
No comments:
Post a Comment