Mimpi
dalam bahasa Arab ru’ya (الرؤيا) adalah mufrad dari (رُؤى) yang berarti “sesuatu yang dilihat manusia dalam tidurnya”.
Dikatakan (رأيت عنك رؤيا حسنة) (aku bermimpi baik tentangmu) (أَرأى الرجل) (laki-laki itu banyak mimpinya), (العلم و الحلم) artinya (الرؤيا) (mimpi) sedang bentuk jamaknya adalah (أحلام) dikatakan (حَلِمَ يَحْلُمُ) jika seseorang bermimpi, (حلم به و حلم عنه) jika seseorang bermimpi tentang orang lain dan (تحلّم) jika seseorang mengaku bermimpi tetapi bohong (dusta).[1] Kata ru’ya lebih banyak
digunakan untuk bermimpi yang baik, sedangkan kata hulm untuk mimpi yang buruk.[2]
Arti
mimpi dalam perspektif etimologi seperti ini dapat dijumpai dalam beberapa ayat
al-Qur’an, antara lain:
“Raja
berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi
melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk di makan oleh tujuh ekor sapi
betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir
lainnya yang kering”. Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku
tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.” (QS. Yusuf: 43)
“Dan
(ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu
meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan
kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu
yang terkutuk dalam al-Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian
itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS. al-Isra: 60)
“Bahkan
mereka berkata (pula): “(al-Qur’an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah
diadakan-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka hendaknya ia
mendatangkan kepada kita suatu mu’jizat, sebagaimana Rasul-rasul yang telah
lalu diutus”. (QS. al-Anbiya’: 5)
Adapun
pengertian mimpi dalam perspektif terminologi banyak dikemukakan oleh para ahli
atau pakar ilmu agama yang masing-masing definisi memiliki aspek kesamaan dan
perbedaan. Kesamaan dan perbedaan definisi ini terjadi karena adanya perbedaan
sudut pandang dalam melihat persoalan mimpi itu sendiri. Di antara pengertian
mimpi yang dikemukakan para ahli tersebut antara lain:
a. Ibnu Arabi memberikan pengertian
mimpi sebagai berikut:
Serangkaian
keyakinan dan pemandangan yang ditransfer Allah ke dalam hati hamba-Nya lewat
malaikat atau syetan. Persis sama dengan kata hati yang melintas di dalam
pikiran dan hati seseorang ketika tidak tidur. Kadang datang dalam bentuk
rangkaian yang utuh, dan terkadang datang dengan cerita terpisah-pisah.[3]
b. Imam Ja’far Shadiq mendefinisikan
mimpi sebagai berikut:
Sesungguhnya
seorang mukmin, jika ia tidur, maka Allah SWT menaikkan ruhnya, lalu jika waktu
wafatnya telah tiba, Allah SWT.pun menaruh ruh tersebut di taman surga dengan
cahaya rahmat dan keagungan-Nya. Jika ajalnya belum tiba, Allah-pun menyuruh
malaikat-Nya untuk mengembalikan ruh tersebut ke jasad semula.[4]
c. Imam al-Mazini mengartikan mimpi
merupakan:
Keyakinan
yang dibuat oleh Allah dan diturunkan di dalam hati orang yang tidur. Keyakinan
itu seperti juga diberikan kepada orang yang terjaga (tidak tidur). Allah Maha
Suci, mengerjakan apa yang dikehendaki. Ketika Allah menciptakan keyakinan,
maka pada saaat itu sepetinya Allah memberikan pengetahuan untuk hal-hal lain dalam
kondisi yang lain, atau untuk kondisi yang telah berlalu.[5]
d. Abu Sa’ad al-Waiz berpendapat bahwa
mimpi:
Salah
satu sifat kenabian yang masih tersisa bahkan ia merupakan salah satu dari dua
bagian kenabian, karena di antara para Nabi ada yang wahyu mereka dengan
melalui mimpi dan dia disebut dengan Nabi, sedangkan yang menerima wahyu
melalui lidah malaikat, dialah Rasul. Ini merupakan salah satu perbedaan antara
Nabi dengan Rasul.[6]
e. Fahd bin Saud al-Ushaimy memberikan
pengertian mimpi sebagai berikut:
Keyakinan
yang dibuat oleh Allah di dalam hati orang yang tidur, seperti juga di dalam
hati orang yang terjaga (tidak tidur). Keyakinan itu dibuat Allah seakan
sebagai pengetahuan (ilmu) untuk urusan lain, dan untuk kondisi yang lain.
Keyakinan itu bisa datang dari syaitan dan kejadian sesudahnya menyusahkan.[7]
f. Yadi Purwanto menjelaskan mimpi
sebagai berikut
Mimpi
merupakan kabar suka (basyiran) yang hakikatnya dari yang memegang ruh saat
manusia tertidur, yakni dari Allah SWT. Mimpi yang baik sebagai kabar
pembenaran atas isi dan simbol mimpi dengan kenyataan sehari-hari, baik masa
lalu, sekarang maupun yang akan datang.[8]
Dari
beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikatnya mimpi
merupakan petunjuk dari Allah tentang keyakinan ilmu yang mendatangkan
kemudahan tanpa campur tangan syaitan, dan Allah menciptakan ilmu yang
mendatangkan celaka dengan campur tangan syetan. Campur tangan syaitan hanyalah
sebagai kiasan, karena syaitan tidak berbuat apa-apa.
[1] Al-Uraini, Ahmad bin Sulaiman,
Petunjuk Nabi Tentang Mimpi, Jakarta: Darul Fakih, 2003, hlm. 17
[2] Purwanto, Yadi, Memahami Mimpi
Perspektif Psikologi Islam, Yogyakarta: Menara Kudus, 2003, hlm. 48
[3] Al-Ushaimy, Saud Fahd, Mimpi
dan Bunga Mimpi, Jakarta: al-Mawardi Prima, 2004, hlm. 8
[4] Shodiq, Imam Ja’far, Mengungkap
Rahasia Mimpi, Jakarta: Lentera, 2003, hlm. 27-28
[5] Al-Ushaimy, Saud Fahd, Op. Cit,
hlm. 4
[6] Sirin, Ibnu, Tafsir al-Ahlam
al-Kabir; Takwil Shahih 1001 Mimpi, Jakarta: Cendekia, 2003, hlm. xxiii
[7] al-Ushaimy, Op. Cit, hlm. 9
[8] Purwanto, Op. Cit, hlm. 15
No comments:
Post a Comment