حَدَّثَناَ
وَكِيْعٌ حَدَّثَناَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ عَنْ عَمْرٍو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ
أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه و سلم مُرُوْا
أَولاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ أَبْناَءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَ اضْرِبُوْهُمْ وَ
هُمْ أَبْناَءُ عَشْرٍ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُممْ فِيْ الْمَضَاجِعِ (رواه أحمد)[1]
Telah bercerita kepadaku Waki’, telah bercerita
kepadaku Sawwar bin Daud dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, dia
berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat
di kala mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena tidak
mengerjakannya di kala mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat
tidurnya”. (HR. Ahmad).
Permasalahan krusial yang
sebutkan dalam Hadits setelah perintah mengajarkan shalat dan memukulnya
setelah usia 10 tahun, adalah permasalahan yang berhubungan dengan adab tidur,
yaitu pemisahan anak-anak ketika masuk ke tempat tidur, terutama antara
laki-laki dan perempuan. Perintah agama tersebut sangat terkait dengan
pendidikan seks pada anak, sehingga sejak usia dini anak sudah diajarkan adab atau
sopan santun bergaul, terutama dengan lawan jenis.
Salah satu dari seks adalah nafsu
syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting/naluri
yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan
yang mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan keturunan manusia.
Nafsu syahwat ini telah ada sejak
manusia lahir dan dia mulai menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya
dengan puting buah dada ibunya, untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa
senang yang bukan rasa kenyang. Dan inilah rasa seks pertama yang dialami
manusia.
Di samping itu, dalam
perkembangan kehidupan manusia yaitu sejak dilahirkan hingga menjadi manusia
dewasa, manusia memiliki dorongan-dorongan yang dinamakan libido. Libido
merupakan dorongan seksual yang sudah ada pada anak sejak ia lahir. Dan
tentunya libido pada anak berbeda dengan libido pada orang tua. Kepuasan
seksual pada anak-anak pencapaiannya tidak selalu melalui alat kelaminnya,
melainkan melalui daerah-daerah lain yaitu mulut dan anus.[2]
Pendidikan seksual merupakan
upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual
yang diberikan kepada anak sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan
dengan seks, naluri dan perkawinan. Sehingga ketika anak telah tumbuh menjadi
seorang pemuda dan sudah dapat memahami urusan-urusan kehidupan, maka ia juga
dapat mengetahui apa yang diharamkan dan apa saja yang dihalalkan. Dengan
demikian pendidikan seks adalah membimbing dan mengajarkan kepada seseorang
baik laki-laki maupun perempuan agar mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan
seks sehingga ia dapat menyalurkan-nya ke jalan yang benar.
Dengan mengajarkan, memberi
pengertian dan menjelaskan masalah-masalah yang menyangkut seks, berarti
memberi pengertian mengenai seluk-beluk organ seksual agar seseorang tersebut
lebih memahami arti, fungsi dan tujuan seks dalam kehidupannya sehingga ia
benar-benar dapat menjaga dirinya dari perbuatan dosa.
Pemisahan tersebut untuk menjaga
masalah-masalah yang berhubungan dengan seksual. Anak-anak laki dan perempuan
tidak mengetahui apa yang mungkin terjadi antara keduanya akibat dari sentuhan,
pelukan, atau percampuran. Untuk menjaga peluang terjadinya hal tersebut,
hendaklah dilakukan tindakan yang penuh kehati-hatian.
Di antara langkah-langkah yang
harus dilakukan ialah mengkhususkan satu kamar laki-laki dan satu kamar lagi
untuk wanita, juga ranjang dan selimutnya dibuat terpisah untuk masing-masing
anak. Kalau itu sulit dilakukan, boleh tidur pada satu ranjang dengan syarat
masing-masing memiliki selimut sendiri-sendiri. Oleh karenanya, orang tua harus
waspada terhadap anak-anak berusia lebih dari satu tahun untuk tidak tidur di
kamar orang tuanya, karena dikhawatirkan melihat sesuatu yang tidak diinginkan,
yakni hubungan alami antara laki-laki dan wanita.[3]
Di era globalisasi yang serba
modern ini seks sudah menjadi barang yang tidak tabu lagi dan informasinya bisa
dinikmat oleh siapapun (pria, wanita, anak-anak dan dewasa) melalui berbagai
media. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan orang tua perlu dan
harus memberi pendidikan seks pada anak-anak mereka agar anak bisa tahu dan
paham antara seks yang sehat dan tidak melanggar aturan agama maupun norma
masyarakat.
Tujuan pendidikan seks bagi anak
adalah untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk
mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang
tidak direncanakan, depresi dan perasaan berdosa”.[4] Sehingga
pendidikan seks bisa dikatakan sebagai usaha untuk mempersiapkan anak dan
mengantarkannya ke arah kematangan psikologis, memberikan pengertian mengenai
proses kematangan dirinya, baik fisik maupun mental emosional yang berhubungan
seks, dan memberikan petunjuk yang bermanfaat mengenai tanggung jawab
masing-masing dalam berhubungan dengan lain jenis sesuai dengan pesan al-Qur’an
dan al-Hadits.
Secara garis besar definisi
pendidikan seks dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pendapat pertama menganggap
bahwa pendidikan seks sama dengan penerangan tentang anatomi fisiologi seks
manusia, tentang bahaya-bahaya penyakit kelamin dan sebagainya. Pendapat kedua
mengatakan bahwa pendidikan seks sama dengan sex pay, hanya perlu
diberikan kepada orang dewasa. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan seks adalah:
“Masalah
mengajarkan, memberi pengertian, dan menjelaskan masalah-masalah yang
menyangkut seks, naluri dan perkawinan kepada anak sejak akalnya mulai tumbuh
dan siap memahami hal-hal di atas”.[5]
Abdul Aziz al-Qussy mengemukakan
bahwa pendidikan seks ialah,
“Pemberian
pengalaman yang benar kepada anak, agar dapat membantunya dalam menyesuaikan
diri di bidang seks dalam kehidupannya di masa depan”.[6]
Dan menurut Sarlito Wirawan
Sarwono, pendidikan seks adalah,
“Pendidikan
seks bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks sebagaimana
pendidikan lain pada umumnya (Pendidikan Agama atau Pendidikan Moral Pancasila
misalnya) mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke subjek didik.
Dengan demikian informasi tentang seks tidak diberikan secara “telanjang”,
yaitu dalam kaitannya dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, apa yang
lazim dan bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan”.[7]
Berdasarkan definisi-definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan seks adalah
membimbing serta mengasuh seorang anak agar mengerti tinggi arti, fungsi dan
tujuan seks, sehingga ia dapat menyalurkan ke jalan yang legal.
Pendidikan seks yang disuguhkan
kepada anak, bukanlah penerangan tentang seks semata-mata, tetapi dikaitkan
dengan nilai-nilai yang sesuai dengan syari'at Islam. Sehingga mampu
mengarahkan diri anak untuk lebih dekat dan mencintai Allah SWT.
Pendidikan seks adalah untuk
mendidik nafsu syahwat sesuai ajaran Islam, agar menjadi nafsu yang dirahmat
Allah, guna menciptakan suasana ketenangan dan kebahagiaan dalam rumah tangga,
tempat keturunan yang taat kepada Allah dan agar manusia menjauhi zina. Allah ta’ala
telah berfirman,
وَ
لاَ تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فحِشَةً وَ سَآءَ سَبِيْلاً (الإسراء: 32)
“Dan janganlah
kamu dekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu
jalan yang buruk.” (Qs. al-Isra’: 32)
Tujuan pendidikan seksual adalah
bukan untuk mengisi pikiran pemuda atau pemudi dengan pengetahuan-pengetahuan
jenis kelamin dan penjelasan-penjelasan perihal hubungan suami isteri, akan
tetapi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membekali kaum muda dengan
kumpulan pengetahuan dan pengalaman seksual serta keunggulan kasih sayang
sebagai bekal mereka untuk menempuh kehidupan rumah tangga mereka dengan
pengetahuan seks yang mereka miliki dapat menumbuhkan pemahaman bahwa hubungan
seks adalah hal suci dari segi semua syari’at yang tujuannya adalah untuk
berkembang biak dalam menjaga kelangsungannya.
Pendidikan seksual dalam Islam
merupakan bagian integral dengan pendidikan akidah, akhlak dan ibadah,
pendidikan seks termasuk bagian dari pendidikan akhlak, bentuk perilaku seksual
yang sehat merupakan buah dari kemuliaan akhlak yang dapat diraih dengan tingkat
keimanan yang lurus dan kokoh.
Dengan keimanan yang kokoh
diharapkan mampu mengarahkan perbuatan seksual menjadi suci dan terhormat. Olah
sebab itulah, agama mengajarkan supaya anak dibiasakan tidur terbaring ke
sebelah kanan karena mengikuti sunah, dengan meletakkan tangan kanan di bawah
pipi kanan. Hindarkan tidur telungkup di atas perut, karena Rasulullah membenci
tidur semacam itu.
Hal tersebut, yaitu tidur
telungkup bagi laki-laki yang mendekati balig terdapat dorongan dan rangsangan
seksual. Itu disebabkan adanya sentuhan alat kelamin dengan kasur. Sehingga
orang tua hendaknya bersedia membimbing anak-anak menuju ke arah kebaikan dalam
segala urusan, dan jangan mengabaikannya terutama dalam masalah yang sudah ada
hukum-hukumnya.
Manfaat atau nilai-nilai edukatif
dari pemisahan tempat tidur antara anak laki-laki dengan perempuan adalah:
1. Untuk menghindari rangsangan
seksual lawan jenis.
2. Untuk menghindari tindakan
seks bebas.
Terpenting sejak dini anak sudah
dibiasakan menutup dan menjaga auratnya masing serta mengerti tanggung jawab
dan hak-haknya. Sehingga kalau tempat tidurnya dipisah maka ia akan terbiasa
tidur di tempatnya masing-masing dan menjaganya sehingga kebersihan dan
ketertiban dalam rumah tangga secara umum akan terbina.
Jika anak sejak kecil sudah
diberi pelajaran bahwa kerusakan sosial dan dekadensi moral yang terjadi di
seluruh masyarkat Islam termasuk dalam perencanaan kaum komunis dan kolonialis.
Mereka mendasarkan pada pandangan Yahudi (Karl Marx) yang banyak merusak akidah
dan akhlak, menghapuskan agama dan memerangi akhlak dengan cara membuka praktek
seks dan memperalat wanita untuk merusak akhlak di semua tempat.
Jadi, ketika anak-anak sudah
diberi pengertian tentang hal-hal tersebut, pada usia dewasa nanti ia akan
memiliki kematangan, pamahaman dan kesadaran yang menghalanginya untuk
melampiaskan hawa nafsu, kerusakan dan hal-hal yang menimbulkan fitnah. Oleh
karena itu, para pendidik terutama orang tua harus menyadarkan anak-anaknya,
sehingga mereka tahu tentang apa yang direncanakan oleh musuh-musuh Islam
tersebut. Dan akhirnya anak-anak akan dapat terjaga dan terhindar dari kekejian
dan perilaku yang haram ini, dengan mengikuti jalan Islam di dalam bertingkah
laku dan berakhlak.
[1] Imam Ahmad, Musnad
Ahmad, (Barnamij al-Hadits Syarif Kutub Tis’ah), Kitab Baqiy Musnad
al-Muktsirin, Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, Global Islamic Software Company,
t.tp., 2000. no. 6402 & 6467.
[2] Adnan Hasan
Shalih Baharits, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, terj. Sihabuddin, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), hlm. 340
[3] Ibid,
hlm. 343
[4] Sarlito
Wirawan Sarwono, Psikologis Remaja, (Jakarta: Grafindo Persada, 1993),
hlm. 183.
[5] Abdullah
Nashih Ulwan, Pendidikan Anak menuru Islam (kaidah-kaidah Dasar), terj. Khalilullah Ahmad masykur Halim, (Bandung:
Remaja Rosda Karya Offset, 1992), hlm. 1.
[6] Abdul Aziz al-Quussy,
Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, terj. Zakiyah Daradjat, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984), Jilid I, hlm. 281.
[7] Sarlito
Wirawan Sarwono, Op. Cit, hlm. 183.
Terimakasih, artikelnya sangat bermanfaat, jika anda mencari kasur merk american silahkan cek di sini : Springbed American
ReplyDeleteWA : 081249676477
Springbed Malang
Ruko Karangploso Kavling 3 C, Malang
Terimakasih, dari kami penjual Jual Tempat Tidur Jati
ReplyDelete