Akikah
adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak, baik
laki-laki maupun perempuan.[1] Menurut Ubaid Ashmu’i dan
Zamaksyari mengungkapkan, bahwa menurut bahasa, Akikah artinya rambut yang
tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Imam Ahmad berpendapat, Aqiqah berasal
dari kata aqqa yang artinya “memotong
atau membelah”.
Sedangkan
menurut al-Khaththabi, Akikah ialah nama kambing yang disembelih untuk
kepentingan bayi. Dinamakan demikian karena kambing itu dipotong dan
dibelah-belah. Ibnu Faris juga menyatakan, bahwa Akikah ialah kambing yang
disembelih dan rambut bayi yang dicukur. Adapula yang berpendapat bahwa Akikah
ialah nama tempat penyembelihan kambing untuk kepentingan bayi atau anak.
Selain itu, setiap bulu atau rambut yang tumbuh di atas kepala anak hewan juga dinamakan
Akikah.[2]
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Akikah yang
kemudian dalam istilah bahasa Indonesia menjadi Akikah adalah serangkaian
ajaran Nabi Muhammad saw. untuk anak yang baru lahir yang terdiri atas mencukur
rambut bayi, memberi nama, dan menyembelih hewan.[3]
Asal-usul
Akikah menurut Buraidah, di masa Jahiliyah bila seorang anak laki-laki lahir,
mereka menyembelih seekor kambing, mencukur rambut dan melumurkan kepalanya
dengan darah hewan yang disembelih. Kebiasaan melumurkan darah ini oleh
syari’at Islam diganti dengan melumurkan dengan air bunga atau kumkuma. Ibnus
Sakan, menyatakan bahwa pada zaman Jahiliyah, ke atas kepala (ubun-ubun) si bayi
diusap dengan kapas yang telah dilumuri darah hewan Akikah. Hal ini dilarang
Rasul, kemudian diganti dengan kapas yang telah dilumuri kasturi (parfum).
Dengan
melihat asal-usul Akikah ini, nyatalah bahwa tradisi Akikah yang dikembangkan
oleh syari’at Islam merupakan penerusan tradisi yang telah turun temurun. Islam
meneruskan tradisi ini karena merupakan cerminan luapan kegembiraan atas
kelahiran seorang bayi ke dunia. Satu cara untuk mensyukuri nikmat Allah, serta
membagikan kebahagiaan kepada para fakir miskin dan anak yatim.[4]
[1] IAIN Syarif Hidayatullah,
Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 124
[2] Achmad Ma’ruf Asrosi, Khitan
dan Akikah, al-Miftah, Surabaya, 1998, hlm. 49
[3] Ibid., hlm. 50
[4] Teungku Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy, Tuntunan Qurban dan Aqiqah, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2004,
hlm. 50
No comments:
Post a Comment