Secara
etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun adalah yang harus
dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan.[1] Sedangkan
rukun, dalam terminologi fiqh, adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu
disiplin tertentu, di mana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu
sendiri. Atau dengan kata lain rukun adalah penyempurna sesuatu, di mana ia
merupakan bagian dari sesuatu itu.[2]
Disebutkan
dalam bukunya Hasbi Indra yang mengambil dari matan Fathul al-Qorib
bahwa rukun nikah ada tiga,[3] yaitu:
a.
Akad, Ijab-Qabul
adalah ikrar dari calon isteri melalui walinya dan calon suami untuk hidup bersama
se-iya sekata, selangkah seirama, seiring sejalan, guna mewujudkan keluarga
sakinah, dengan melaksanakan kewajiban masing-masing.
b.
Wali adalah
orang yang dianggap memenuhi syarat untuk menjadi wakil dari calon mempelai
perempuan.[4] Dalam
hukum Islam, wali nikah harus memenuhi kriteria dasar dan memikat. Kriteria
tersebut terdiri dari: baligh, berakal
sehat, merdeka, laki-laki, Islam, dan tidak dalam ihram/ umrah. Wali nikah ada
tiga jenis yaitu: wali mujbir, wali nasab dan wali hakim.[5]
c.
Saksi adalah
orang yang hadir dan menyaksikan akad nikah atau ijab qabul. Diperlukan
kehadiran saksi untuk meng-hindari implikasi negatif dalam kehidupan
bermasyarakat.[6]
Saksi dalam pernikahan harus terdiri dari dua orang, dua orang saksi tersebut
tidak dapat ditunjuk begitu saja akan tetapi harus memenuhi syarat-syarat,
yaitu: baligh, berakal, merdeka, laki-laki, adil, mendengar dan melihat,
mengerti maksud ijab qabul, kuat ingatan, tidak sedang menjadi wali dan
beragama Islam.[7]
[1] Departemen
Pendidikan Nasional, Op. Cit., hlm. 966.
[2] Abdul Ghofur
Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar
Media, 2006, hlm. 25.
[3] Hasbi Indra,
dkk, Op.Cit., hlm. 89.
[4] Nasrul Umam
Syafi’i, Op.Cit. hlm. 32.
[5] Sudarsono, Sepuluh
Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 1, 1994, hlm. 235-236.
[6] Moch. Munib, Op.Cit.,
hlm.163.
[7] Sudarsono, Op.Cit.,
hlm.238-239.
No comments:
Post a Comment