Jalaluddin menyatakan bahwa pengertian anak saleh pada dasarnya adalah anak yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, taat menjalankan ibadah, menyenangi perbuatan yang baik dan bermanfaat serta mampu mencegah diri sendiri dari berbuat yang mungkar.[1] Kemudian secara ringkas M. Nipan Abdul Halim mengungkapkan bahwa anak saleh atau salehah yakni anak yang menjalin hubungan baik dengan Allah SWT dan dengan sesama mahluknya, terutama dengan sesama manusia.[2]
Jadi, berdasarkan kedua definisi di atas sepatutunya bahwa anak saleh adalah anak yang berhubungan baik dengan Allah SWT (hablum minallah), dan dengan manusia (hablum minannas) dan dengan yang lainnya. Dan pihak yang memikul tanggung jawab yang besar dan mulia ini adalah orang tua yakni ayah dan ibu.
Melahirkan keturunan yang berkualitas, saleh dan salehah adalah tujuan hidup berkeluarga bagi seorang muslim tatkala kemudian dianugrahkan seorang anak. Untuk mewujudkan keinginan tersebut anak harus dididik dengan baik dan benar. Anak yang saleh serta sehat secara fisik maupun psikis merupakan dambaan setiap orang dan kebanggaan serta kebahagiaan bagi orang tua dan keluarga.
Allah menegaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang paling baik sebagaimana tercantum dalam surat al-Tin: “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Yang dimaksud dengan sebaik-baik bentuk adalah manusia diberi kelebihan oleh Allah SWT berupa akal yang membedakan dari mahluk Allah yang lain. Manusia juga diberi potensi untuk menerima ilmu pengetahuan agar dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah dengan sebaik-baiknya. Manusia sebagai mahluk yang dibebani tugas kekhalifahan di bumi memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa). Pembinaan akalnya bisa menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan pembinaan jasmaninya akan menghasilkan ketrampilan.[3]
Hasbi ash-Shidieqy mengungkapkan, mendidik anak, keluarga dan orang-orang yang dalam pengawasan kita ialah memberikan pelajaran-pelajaran dan pengajaran kepada mereka serta memimpin dan mengasuh mereka untuk menjadi orang yang utama dan memelihara mereka dari kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat, supaya mereka menjadi orang yang berbakti dan berharga.[4]
Kemudian pendidikan oleh Sir Godfrey Thompson didefinisikan sebagai berikut:
“By education I mean the influence of environment upon the individual to produce of permanent change in his habits of behaviour, of thought, and of attitude”.
“Yang saya maksud dengan pendidikan adalah pengaruh lingkungan kepada individu untuk menghasilkan suatu perubahan yang tetap di dalam kebiasaannya bertitik tolak, berfikir dan bersikap”.[5]
Kehadiran anak oleh orang tua memberikan konsekuensi berupa kewajiban dan tangungjawab orang tuanya untuk mendidik kesalehannya. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara jasmaniah dan rohaniah harus mendapat perhatian penuh dari orang tuanya. Perhatian ini berupa bimbingan dan pembinaan. Dalam hal ini harus berupa pendidikan kesalehan anak demi terbentuknya anak seperti yang diharapkan oleh agama Islam.
Mendidik kesalehan anak merupakan tanggungjawab yang harus dipikul orang tuanya. Orang tua tidaklah cukup hanya menyediakan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat material saja. Akan tetapi iapun berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan rohani anak, salah satunya adalah pendidikan.[6] Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Tahrim ayat 6,
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم و أهليكم نارا ...
“Hai orang-orang yang beriman jagakah diri kalian berserta keluarga kalian dari ancaman api neraka…”
Ayat ini, secara tegas merupakan perintah dari Allah SWT kepada para orang tua untuk menjaga diri dan keluarganya dari segala sesuatu yang menghantarkan kepada kemurkaan Allah SWT, karena larangan-Nya yang telah dilanggar, sehingga membawanya kepada neraka yang sangat panas dengan api dan kayu bakar dari manusia.
Chabib Thoha menjabarkan maksud dari menjaga diri dengan setiap orang beriman harus dapat melakukan self education dan melakukan pendidikan terhadap anggota keluarganya untuk mentaati Allah SWT dan Rasulullah SAW-Nya.[7] Semantara itu Dewan Ulama’ al-Azhar mengartikan perlindungan dalam hal ini sebagai berbuat baik dan berkelakuan wajar dengan mematuhi perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.[8]
Mendidik anak kita juga sekaligus dianggap sebagai kewajiban dan ibadah yang akan menimbulkan pahala dikemudian kelak. Jika pendidikan kita berhasil dan anak-anak kita menjadi anak yang saleh maka itu akan menjadi mata air yang mengalir dari padanya pahala yang tiada putusnya. Sebuah Hadis Nabi dari Abi Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا مات الإنسان إنقطع عمله إلا من ثلاثة صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له (رواه مسلم)[9]
Dari Abi Hurairah ia berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang mati maka terputuslah seluruh anaknya kecuali tiga perkara, yaitu shodakoh jariyah yang pahalanya terus mengalir, ilmu yag bisa dimanfaatkan dan anak saleh yang mendo’akan orang tuanya.” (HR. Muslim)
Hadis ini adalah dalil pokok yang mendorong orang tua agar berusaha dengan sungguh-sungguh dan komprehensif untuk mendidik anak dan menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang sesuai dengan ajaran Islam yang hanif, karena balasan anak saleh akanselalu mengalir dalam bentuk pahala kepada orang tua sejak hidup sampai matinya, bahkan di akhirat kelak pada saat dibagunkan untuk dimintai pertanggungjawaban amalnya di dunia.
Pemberian yang paling mulia dari orang tua adalah pendidikan, pendidikan seorang ayah atau ibu yang akan menjadikan anak tahu akan baik atau buruknya sesuatu dan tahu akan jalan Tuhan yang diridloi, dan pengetahuan yang lain yang tidak tergantikan oleh harta benda yang berlimpah.
[1] Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Shaleh; Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasulullah SAW, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2000), hlm. 34.
[2] M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000), hlm. 91.
[3] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1995) hlm. 173.
[4] Teungku Hasby Ash-Shiediqy, Al-Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 310.
[5] Sir Godfrey Thompson, A Modern Philosophy of Education, (London: George Allen and Unwin Lcd, 1959), hlm. 19.
[6] Didi Jubaedi Ismail, Membuka Rumah Tangga Islam dibawah Ridha Allah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 194.
[7] H.M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 194.
[8] Dewan Ulama Al-Azhar Mesir, Ajaran Islam Tentang Perawatan Anak, terj. Dra. Alawiyah Abdurrahman, (Bandung: Al Bayan, 1992), hlm. 30.
[9] Muslim Abul Hasan, Shahih Muslim II, (Semarang: Toha Putra, t.th.), hlm. 14.
No comments:
Post a Comment