FENG SHUI DALAM HUKUM ISLAM

feng shui
Keberadaan feng shui sebagai budaya negeri Cina di tanah air Indonesia, Kini penganut ajaran Konghuchu telah dipulihkan kembali hak-haknya sebagaimana tertuang dalam Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 yang diundang-undangkan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, yang menetapkan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghuchu merupakan agama resmi penduduk di Indonesia. Selain kembali diakui sebagai agama resmi yang setara dengan 5 agama lain (Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha), juga memperoleh kembali hak agama Konghuchu untuk dicantumkan di dalam KTP dan hak menikah secara ajaran Konghuchu di Kantor Catatan Sipil. Presiden juga menjanjikan, bahwa anak-anak yang menganut ajaran Konghuchu akan mendapat pendidikan agama disekolah-sekolah sesuai dengan agamanya.
Sebagaimana kita ketahui, agama Konghuchu dikenal sebagai agama dari etnis Tionghoa, dan seperti agama-agama “resmi” lainnya, merupakan agama “pendatang” di bumi Nusantara, karena sebelum agama-agama ini datang, di Nusantara telah berkembang agama-agama asli Nusantara.
Di masa Orde Baru, seluruh aktivitas peribadatan Konghuchu dilarang dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 14/ 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Presiden Abdurrahman Wahid kemudian mencabut Inpres Suharto itu dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/ 2000, dan kini etnis Tionghoa bahkan dapat merayakan kembali Imlek secara bebas dan terbuka.
Hal ini sangat menggembirakan kita, karena kini para penyelenggara negara di Republik Indonesia perlahan-lahan sudah menunjukkan minatnya untuk mulai melaksanakan Pancasila dan UUD, sehubungan dengan masalah kebebasan beragama.[1]
Memasyarakatnya feng shu dan banyak dari orang muslim yang mencoba menggunakannya karena dianggap tidak menyalahi atau melanggar syari'at Islam.
Hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut, sehingga dapat ditemukan suatu keputusan hukum Islam yang memperjelas status feng shui apabila dilakukan oleh orang muslim.
1. Apakah Feng Shui Termasuk Adat?
Pada dasarnya, sesuatu perkara dapat disebut sebagai adat ialah apabila perkara itu telah terjadi berulang kali. Meskipun begitu, berapa kalikah perkara itu berulang, sehingga bisa disebut adat, adalah tergantung kepada masalahnya:
a. Ada yang terjadi baru sekali saja sudah dianggap sebagai adat, seperti: seorang budak yang walaupun hanya sekali saja ngompol (kencing pada waktu tidur), ia sudah dapat disebut berpengadatan suka ngompol.
b. Ada yang harus berulang tiga kali, seperti: perkiraan masa haidl dan masa suci.
c. Ada harus berulang lebih dari tiga kali, agar lebih mantap tentang kebenarannya, seperti: anjing pemburu. Supaya anjing benar-benar memiliki keahlian (adat) dalam memburu binatang buruan, haruslah dilakukan latihan dan percobaan berulang kali.
d. Ada yang tidak bisa ditetapkan sebagi adat meskipun telah terjadi berulang-ulang, seperti: seorang perempuan yang setiap kali melahirkan tidak mengeluarkan darah nifas. Suatu ketika, sehabis melahirkan untuk kesekian kalinya, ia mengeluarkan darah. Darah itu dianggap sebagai darah nifas dan tidak boleh ditetapkan bahwa darah itu bukan nifas.[2]
2. Kriteria Dalam Hukum Islam
Feng shui dilakukan secara turun-temurun oleh orang-orang Cina sehingga dalam penerapannya sampai saat ini feng shui telah banyak penyempurnaan. Kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan telah mengendap dan disaring sehingga menjadi ilmu yang sarat akan pengalaman.
Apabila feng shui menimbulkan maslahah atau kebaikan dan tidak akan menimbulkan mafsadat atau kerusakan sebagaimana kaidah yang diungkapkan oleh imam Izzuddin Bin Abdissalam yaitu:
"Menarik kebaikan dan menolak kerusakan"[3]
Maka hal tersebut dapat diketahui dari anggapan masyarakat yang menggunakan ilmu feng shui. Apabila ada adat yang bertentangan dengan ketentuan atau ketetapan syari'ah manapun dalam hukum Islam. Adat tersebut harus dihindari.
Ilmu feng shui memang berasal dari orang Cina, ilmu ini bukanlah ilmu kepercayaan atau peribadahan akan tetapi ilmu penyelarasan keharmonisan dan perhitungan terhadap kondisi alam lingkungan tempat tinggal (rumah) dengan manusia sebagai penetap atau penghuninya.
Setelah feng shui rumah menemukan kesesuaian rasa yang tepat maka rumah tersebut akan menimbulkan kenyamanan, kebahagiaan dan kemakmuran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa feng shui mendatangkan kemaslahatan atau kebaikan bagi penghuninya. Ajaran agama Islam menyatakan pada umatnya untuk dapat hidup dengan bahagia, sehingga hakikat dari tujuannya adalah dapat melaksanakan ibadah dengan maksimal.
Ilmu feng shui mengajarkan atau memberikan cara yang cermat dan tepat dalam memilih, mencari dan memanfaatkan kondisi alam yang baik untuk meningkatkan kenyamanan. Feng shui memperingatkan manusia tentang dampak buruk yang akan diakibatkan oleh alam apabila perilaku manusia menyalahi dan merusak alam seperti penebangan pohon, membuang sampah atau limbah sembarangan dan pembangunan tanpa mempedulikan ekosistem.
Allah SWT berfirman untuk memberikan teguran bagi manusia:
"Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan". (QS. Al-A'raaf. 74)
Akibat salah kelola dan perilaku sembarangan, kerusakan lingkungan kita, baik di kota maupun di daerah, sudah pada level yang sangat buruk, relasi alam dan manusia sudah tidak selaras lagi karena manusia Indonesia suka mengeksploitasi alam demi kepentingan pribadi mereka. E.F. Schumacher dalam bukunya Small Is Beautiful, telah menyatakan,
Manusia modern tidak menghayati kehidupannya sebagai bagian dari alam, tapi sebagai kekuatan luar yang menguasai dan menaklukkan alam. Manusia berbicara mengenai perjuangan melawan alam, karena dia lupa seandainya dia menang dalam perjuangan itu, maka dia sesungguhnya juga berada di pihak yang kalah.” [4]
Allah SWT juga menegaskan pula dalam firman-Nya berkenaan dengan hasil perbuatan buruk manusia:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum. 41)
Berdasarkan 'urf maka feng shui termasuk 'urf fasid karena feng shui merupakan adat kebiasaan yang apabila dilakukan akan berlawanan dengan ketentuan syari'at. Kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak mempunyai pengaruh dan ditinjau dari segi lain dapat dibenarkan, maka apabila sangat dibutuhkan atau dharurat dibolehkan bukan karena sudah biasa dilakukan oleh orang banyak.
Apabila ajaran ilmu feng shui tidak bersifat logis seperti pengaruh gambar naga yang dianggap dapat memperlancar keuangan jika penempatannya menghadap tempat yang mengalirkan air dan akan menyulitkan keuangan bahkan membuat hidup menjadi miskin jika gambar naga menghadap ke arah kamar mandi / toilet, maka hal tersebut merupakan perkara yang menyesatkan.
Firman Allah SWT menerangkan:
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (QS. An-Nur: 63)
3. Feng Shui Ditinjau Dari Bid'ah
Feng shui dapat dikatakan bid'ah karena meliputi segala yang diada-adakan sesudah Rasulullah SAW wafat baik berupa kebaikan maupun kejahatan baik mengenai ibadah maupun adat yaitu berkaitan dengan urusan dunia.
Feng shui dapat masuk ke dalam 3 macam bid'ah yaitu:
1. Bid'ah Mubahah, karena feng shui mengajarkan untuk menjaga kelestarian alam dengan cara membatasi pembangunan yang memaksakan kondisi alam dan melakukan penataan ruang maupun bangunan selaras dengan alam.
2. Bid'ah Makruhah, karena feng shui menggunakan cara penghitungan dengan kompas dan ba gua untuk menentukan arah atau menghadap bangunan serta bentuk dan atapnya.
3. Bid'ah Muharromah, karena feng shui masih mempunyai kepercayaan atau keyakinan yang bertentangan dengan syari'at yaitu tentang kemakmuran ekonomi apabila orang tersebut meletakkan benda, lukisan atau tempat air pada lokasi yang ditentukan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa:
Dari Jabir ra, Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah bahwa sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah (al-Qur'an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk muhammad SAW dan sejelek-jelek perkara agama sepeninggalku adalah melakukan sesuatu yang baru dalam agama, yang demikian itu disebut bid'ah dan setiap bid'ah itu pasti sesat." (HR. Muslim)[5]
Ilmu feng shui bertujuan untuk menjaga alam dan menurut agama Islam manusia tidak boleh merusak alam yang telah sempurna ini sebagaimana dalil-dalil syara' maka dapat dianggap sebagai bid'ah khasanah yang termasuk dalam kelompok bid'ah mubahah yaitu pekerjaan yang dapat diterima oleh dalail (nash).
Apabila dalam teori-teori feng shui tidak terdapat dalam dalil-dalil syara' serta tidak dapat diterima oleh logika maka ilmu feng shui rumah dianggap sebagai bid'ah sayyiah. Sehingga ilmu feng shui rumah dapat mendatangkan kejelekan karena tidak dapat teruji dengan pasti seperti halnya apa-apa yang diajarkan Rasulullah SAW yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah.
Bagi orang muslim yang melakukan atau menggunakan teori-teori feng shui haruslah orang yang berilmu pengetahuan (pintar). Sebab apabila muslim tersebut tidak mengerti ilmu pengetahuan maka akan berangkat dari sebuah kepercayaan atau keyakinan sehingga menjadi bid'ah sayyiah. Apabila orang muslim tersebut menggunakan ilmu feng shui maka dapat dikategorikan sebagai 'urf fasid. Karena menurut penulis dalam teori ilmu feng shui ada beberapa cara tidak logis yang dilakukan, sehingga membutuhkan pemilahan dan pemilihan secara tepat, cermat dan berhati-hati seperti halnya teori: meletakkan gambar naga, meletakkan ikan dalam aquarium sebanyak yang ditentukan dan pengaruh beberapa interior rumah yang diyakini dapat memperlancar rizki.

[1] Batara R. Hutagalung, Gagasan Nusantara
[2] Musthofa, Bisri, Terjemahan Faroidul Bahiyah (Rembang , 1977), 25.
[3] Ibid., 1.
[4] Goei Tiong Ann Jr, Hilangnya Harmoni Dengan Alam,“ Jawa Pos (2 Januari 2008).
[5] Nawawi, Imam, Terjemah Riyadhus Sholihin jilid1 (Jakarta: Pustaka Aman, 1999), 195-196.













































No comments:

Post a Comment