Maksud dari pembahasan dalam filsafat shalat ini adalah mengenal dan meneliti berbagai makna yang terkandung dalam ibadah shalat, mulai dari mengungkap makna takbir sampai makna salam.
a. Makna Takbir
Ketika memulai shalat seseorang diperintahkan menghadap ke arah kiblat dengan wajahnya, sedang hatinya hanya menghadap Allah semata; tidak menoleh dan berpaling kepada selain-Nya. Kemudian ia berdiri dihadapan Allah dengan rendah diri, tunduk merasa membutuhkan kepada-Nya, dan mengharap belas kasih dari Tuhan-Nya.[1] Dan ketika mengucapkan takbir berarti ia (pelaku shalat) memasuki kawasan suci spiritual shalat, dan dengan mengucapkan takbir maka ia telah mengagungkan dan memuliakan-Nya, menganggap-Nya lebih besar dan agung dari seluruh hamba-Nya dan menafikan sekutu atas-Nya.[2]
Sekiranya di dalam hatinya ada sesuatu yang lebih menyibukkan dirinya daripada Allah, maka hal itu menunjukkan bahwa ia menganggap masih ada yang lebih agung dari Allah. Demikian halnya sekiranya ada yang lain yang menyibukkan dirinya melebihi Allah, maka sesuatu yang membuatnya sibuk itu adalah lebih penting daripada Allah. Sehingga ucapan Allahu Akbar hanya di lidahnya saja, tidak dengan hatinya. Sekiranya hatinya bisa mengikuti lidah dalam bertakbir, maka dia keluar dari pakaian kesombongan yang menafikan ibadah dan mencegah hatinya agar tidak berpaling kepada selain Allah.
b. Makna Rukuk
Tatkala seseorang yang shalat membungkukkan tubuh dan melakukan rukuk, pada hakekatnya ia mengakui kehinaan dan kerendahan dirinya, dan dengan mengucapkan zikir rukuk, ia juga mengakui kebesaran dan keagungan Allah SWT. Dan ini merupakan sebaik-baik bentuk kerendahan diri seorang hamba dihadapan keagungan Al-Haqq.[3]
Sempurnanya penghambaan rukuk adalah bahwa orang yang sedang rukuk merasa kecil dan merasa hina dihadapan Tuhannya sehingga perasaan kecil dihadapan Tuhan yang ada di dalam hatinya itu menghapuskan segala kesombongan pada dirinya dan pada makhluk lain serta mengagungkan Tuhannya yang tidak ada sekutu bagi-Nya.[4]
Ringkasnya, berkaitan dengan filsafat rukuk, jika seorang hamba mampu mencapai hakikat rukuk kepada Allah, niscaya Allah akan menghiasinya dengan cahaya keindahan-Nya. Dan menjadikannya berada di bawah kebesaran-Nya. Dengan demikian, maka rukuk harus dilaksanakan dengan penuh kekhusyu’an dan kerendahan hati, sehingga sujud pun akan ikut sempurna.
c. Makna Sujud
Sujud adalah menundukkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha suci, meletakkan kepala diatastanah, dan menganggap diri hina. Roh dan jiwa sujud adalah melepaskan hati dari belenggu berbagai perkara material dan fana, serta memutus ketergantungan pada keduniawian. Hakikat sujud adalah menjalin hubungan dengan Sang Sesembahan serta mencapai maqamyang terpuji. Sujud adalah keadaan dimana hamba amat dekat dengan tuannya, dan merupakan sebaik-baik keadaan.[5]
Disyari’atkan dalam sujudnya untuk memberikan ubudiyah setiap anggota badan sesuai dengan bagiannya dengan meletakkan dahinya di tanah, hatinya tunduk kepada Tuhannya, hidungnya diletakkan di tanah, hatinya tunduk kepada Tuhannya, dan meletakkan anggota tubuhnya yang paling mulia, yaitu wajahnya, di tanah. Dalam keadaan tersebut hatinya mengikuti gerak tubuhnya. Hatinya bersujud kepada Allah sebagaimana badannya bersujud dihadapan Allah. Bersamaan dengan itu hidungnya, wajahnya, kedua tangannya, kedua lututnya, dan kedua kakinya juga berujud. Hamba yang sedang bersujud adalah hamba yang dekat, mendekatkan diri. Hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah orang yang bersujud.[6]
Amirul mukminin Imam Ali Bin Abi Thalib ditanya tentang filsafat sujud. Lalu beliau menjawab:
“Sujud pertama memiliki arti: ‘Wahai tuhan ! kami berasal dari tanah. Dan arti mengangkat kepala dari sujud adalah: ‘Wahai Tuhan, Engkaulah yang telah mengeluarkan kami dari tanah. Dan arti dari sujud yang kedua adalah: ‘Wahai Tuhan! untuk kedua kalinya Engkau mengembalikan kami ke tanah. Dan arti dari mengangkat kepala dari sujud yang kedua adalah: Wahai Tuhan, Engkau akan mengeluarkan diri kami sekali lagi dari tanah pada hari kiamat.”[7]
d. Makna Tasyahud
Tasyahudadalah pujian dan sanjungan kepada Allah SWT, juga pembaruan dan pengulangan kesaksian atas ketuhanan Allah SWT dan kenabian nabi Muhammad saw, yang pada dasarnya penekanan terhadap iman dan Islam.[8] Yang dimaksud tasyahudialah bacaan at-tahiyyat. “At-Tahiyyat”ditafsirkan sebagai penghormatan kepada raja, terhadap kekekalan dan kelanggengan raja.[9]
Sedangkan Allah memiliki sifat-sifat tersebut. Oleh karena itu, Dialah yang paling berhak mendapatkannya. Dia adalah raja yang memiliki kerajaan. Semua penghormatan yang diberikan kepada raja baik itu sujud, pujian kekekalan, kelanggengan, pada dasarnya hanyalah milik Allah.
e. Salam
Kata salam berasal dari kata silm, yang berarti aman dan damai. Seorang yang tunduk pada perintah ilahi, dan dengan penuh kerendahan hati menjalankan ajaran agama Rasulullah saw, maka ia akan aman dari berbagai bencana dunia dan siksaan akhirat.[10] Ringkasnya makna salam pada akhir shalat adalah keamanan. Maka barang siapa yang tunduk pada perintah ilahi, ia berada dalam keadaan aman.
[1] Ibnul Qoyyim, Rahasia Sholat, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2009), hlm. 27.
[2] Musthafa Khalili, Berjumpa Allah Dalam Shalat, (Jakarta: Zahra, 2006), hlm. 87.
[3] Ibid, hlm. 95.
[4] Ibnul Qoyyim, op.cit., hlm. 66.
[5] Musthafa Khalili, op.cit., hlm. 98.
[6] Ibnul Qoyyim, op. cit., hlm. 69.
[7] Musthafa Khalili,op.cit., hlm. 100.
[8] Ibid.
[9] Ibnul Qoyyim, op. cit, hal. 84.
[10] Musthafa Khalili, op.cit., hlm. 102 .
mantap
ReplyDelete