FUNGSI AL-NAFS (JIWA)

jiwa
Dengan jiwa manusia mampu mengetahui kekuatan pada temperamennya, dapat mengetahui berbagai masalah dan mengakui penciptanya, subtansi ruhani ini merekat pada tubuh, bekerja dan tumbuh. Badan ibarat baju yang dapat bergerak apabila tubuh (jiwa) bergerak. Menggerakan badan melalui energiyang tidak tampak dan penuh keselarasan-kekuatan jiwa ini tampak pada gerakan anggota tubuh.[1]
Menurut al-Ghazali kekuatan atau fungsi jiwa dibagi menjadi dua kelompok: daya motorik (penggerak) dan daya kognitif.
Daya motorik kadangkala hanya berfungsi memberikan rangsangan untuk bergerak dan bahkan ada yang secara langsung menggerakkan sendiri. Daya motorik yang hanya bertugas memberikan rangsangan adalah kekuatan emosional. Ketika ia melihat sesuatu yang disenangi atau ditakuti, maka daya motorik langsung memberikan perintah untuk bertindak. Dan secara refleks, gerakanpun muncul melalui syaraf-syaraf dari berbagai urat serta saluran-saluran yang menghubung ke jantung.
Adakalanya daya motorik ini merenggang dari arah pusat dan adakalanya mengerut ke arah jantung. Oleh karenanya, ketika seseorang dalam keadaan senang, maka darah mengalir ke seluruh pembuluh nadi sehingga ia menjadi senang. Tapi apabila dalam keadaan susah atau sedih, maka daya motorik mengerut sehingga tertarik ke jantung dan timbul perasaan susah.[2]
Sedangkan daya kognitif, dibagi lagi menjadi dua: kognitif luar dan kognitif dalam. Kognitif dalam terbagi menjadi tiga macam: daya imajinasi (khayaliyyah), daya fantasi (wahmiyah), dan daya intelektual (fikriyah).
Pertama, daya imajnasi (khayaliyyah), letaknya dibagian otak depan, tepatnya dibelakang daya penglihatan. Ia bertugas merekam segala rupa yang pernah ditangkap oleh mata, setelah mata terpejam dan obyak yang dilihat telah terpisah dari indera. Daya ini disebut juga dengan indra rangkap (al-hiss al-musytarak).
Kedua, daya fantasi (wahmiyah). Sebuah daya yang mampu memahami makna dari sesuatu. Kalau daya imajinasi mampu merekam secara keseluruhan mulai dari pengertian, bentuk dan sekaligus materi wujudnya, maka daya fantasi ini hanya mampu memahami maknanya saja dan bukan bentuk ataupun materi wujudnya.
Ketiga, daya intelektual (fikriyah). Daya ini berfungsi merangkai sesuatu dengan sesuatu yang lainnya secara sistematis. Ia berada dirongga bagian tengah, tepatnya antara perekam gambar dan perekam makna.
Apabila tempat-tempat kognitif ini terserang penyakit atau rusak, maka daya kognitifpun akan ikut melemah. Daya kognitif ini mampu merekam segala bentuk yang pernah ditangkap oleh indera. Setelah itu hasilnya tersimpan dalam memori sesuai dengan masing-masing fungsi panca indera, bila hal ini terjadi secara berulang-ulang.[3]
Jiwa juga mempunyai karakteristik, yaitu mampu memahami pengetahuan yang tidak tampak oleh mata. Dalam hal ini ia memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan amaliah (praktis) dan kekuatan ilmiah (teoritis).
Kekuatan amaliah berarti kekuatan yang menjadi pusat penggerak tubuh manusia dalam kerja-kerja praktis. Sementara kekuatan ilmiah (teoritis) berarti kemampuan untuk memahami hakekat pengetahuan yang tersaji tanpa bentuk dan wujud, karena pengetahuan sendiri merupakan sesuatu yang bersifat universal, abstrak dan hanya dapat dipahami oleh rasio. Dengan kekuatan ilmiah ini, seorang sanggup menerima berbagai ilmu pengetahuan. Dan dengan kekuatan ilmiah ini pula, seseorang sanggup menyerap segala sesuatu yang bersifat materi. Dalam arti segala obyek yang bersifat inderawi dan dapat dibuktikan secara empiris.[4]

[1] Imam al-Ghazali, Tangga Pendakian bagi Hamba Allah yang Hendak Merambah Jalan Allah, (terj. Fathur Rahmah, judul asli: Mi’raj Al-Salikin), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm.57.
[2] Ibid., hlm. 59-60
[3] Ibid, hlm. 57-59
[4] Ibid., hlm. 60-61













No comments:

Post a Comment