PELESTARIAN LINGKUNGAN MENURUT AL-QUR’AN

lingkungan
Konsep Islam tentang lingkungan dalam pengertian luas merupakan upaya untuk merevitalisasi misi asal ekologi, back to basic ecology. Misi asal ekologi adalah untuk mengkaji keterhubungan timbal balik antar komponen dalam ekosistem. Dalam hal ini tidak terbatas hanya komponen manusia dan ekosistemnya, melainkan seluruh komponen dalam ekosistem.
Dengan demikian, visi Islam tentang lingkungan adalah visi lingkungan yang utuh menyeluruh, holistik integralistik. Visi lingkungan yang holistik integralistik diproyeksikan mampu menjadi garda depan dalam pengembangan kesadaran lingkungan gunamelestarikan keseimbangan ekosistem. Sebab seluruh komponen dalam ekosistem diperhatikan kepentingannya secara proporsional tidak ada yang dipentingkan dan tidak ada pula yang diterlantarkan oleh visi lingkungan Islam yang holistik integralistik.
Pelestarian merupakan upaya mengabadikan, memelihara dan melindungi sesuatu dariperubahan. Dalam bahasa Arab pelestarian semakna dengan kata al-ib'ah atau al-ishlah yang berarti menjadikan sesuatu tetap adanya. Menjaga keberadaannya karena dilandasi rasa kasih dan sayang. Dengan demikian pelestarian lingkungan (ibqa' al-bay'ah) berarti menjaga keberadaan lingkungan karena dilandasi rasa cinta dan kasih sayang. Sedangkan secara terminologis, makna fungsional ekologis kelompok kata pelestarian lingkungan, ishlah al-hayah, dimaksudkan sebagai istilah yang memiliki arti spesifik yakni pelestarian terhadap daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara terlanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang diupayakan oleh pembangunan.
Secara faktual yang dilestarikan bukan lingkungan itu sendiri, melainkan daya dukung lingkungan. Karena, lingkungan sendiri adalah bersifat dinamis selalu berubah, bahkan terlalu kecil peluang melestarikannya dalam pengertian etimologis. Perubahan lingkungan dapat terjadi secara alamiah, natural, maupun sebagai akibat perilaku ekologis manusia, antropogenik. Perubahan lingkungan yang bersifat alami adalah perubahan melalui proses geologis, volkanologis dsb.
Sedangkan perubahan lingkungan antropogenik adalah perubahan lingkungan yang terjadi karena intervensi manusia terhadap lingkungan. Perubahan tersebut ada yang direncanakan dan ada yang tidak direncanakan. Perubahan lingkungan yang direncanakan lazim dikenal dengan istilah pembangunan. Dengan demikian, pembangunan hakikatnya adalah pengelolaan perubahan lingkungan yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk mengurangi resiko negatif lingkungan dan memperbesar manfaat dan daya dukung lingkungan.
Islam memiliki sistem keyakinan yang cukup jelas bahwa Allah swt telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan daya dukung bagi kehidupan. Fakta spiritual menunjukkan bahwa Allah swt telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara teologis berpeluang dinyatakan bahwa ekoteologi Islam meyakini pelestarian lingkungan termasuk bagian integral dari sistem keberimanan seseorang. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan yakni pendekatan ekologis dan pendekatan teologis Islam.
Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak dapat ditawar oleh siapa pun dan kapan pun bagi keberlangsungan kehidupan. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan mutlak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara ekoteologis Islam, Allah swt secara definitif menyatakan secara eksplisit akan kepedulian-Nya terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini antara lain diungkapkan dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 20:
ألم ترى أن الله سخّر لكم ما في السماوات و ما في الأرض و أسبغ عليكم نعمه ظاهرة و باطنة و من الناس من يجادل في الله بغير علم و لا هدى و لا كتاب منير
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan (kepentingan)-mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (QS. Luqman: 20).
Pesan inti ayat ini terdapat pada kalimat yang artinya: “Tidakkah kau cermati bahwa Allah swt telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia secara optimum”.
Makna fungsional ekologis dariungkapan ini dapat dinyatakan bahwa ungkapan oratorik yang digunakan dalam ayat tersebut mengandung arti keharusan yang lebih serius untuk dilakukan dibandingkan dengan ungkapan perintah biasa. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan menuntut perhatian serius dari manusia dan harus dilakukan.
Dengan demikian, perlu dirumuskan bahwa pelestarian lingkungan termasuk dalam sistem keberimanan masyarakat beragama. Dalam pengertian bahwa sumber daya alam dan lingkungan diciptakan oleh Allah sebagai daya dukung bagi kehidupan secara optimum. Agar optimasi daya dukung lingkungan dapat dipertahankan maka harus dilestarikan oleh manusia.
و سخّر لكم ما في السماوات و ما في الأرض جميعا منه إن في ذلك لآياتلقوم يتفكّرون
Dan Dia menundukkan untukmuapa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari padanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. al-Jatsiyah: 13)
Pokok pikiran ayat ini terdapat pada kalimat yang artinya: “...yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai. Dalam perspektif ekoteologi Islam, yang dimaksud dengan orang-orang yang memiliki daya nalar memadai dalam ayat ini adalah orang-orang yang memiliki kesadaran lingkungan dan kearifan lingkungan serta memiliki kepedulian lingkungan cukup tinggi.
Selanjutnya, kesadaran, kearifan dan kepedulian lingkungan tersebut dikristalisasikan dalam tindak pelestarian lingkungan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pelestarian lingkungan sebagai kristalisasi dari kesadaran, kearifan dan kepedulian lingkungan menjadi bagianintegral dari keberimanan masyarakat beragama Islam.
Teologi pelestarian lingkungan dapat dijabarkan dalam berbagai bentuk mulai dari perumusan supra struktur ekologis, struktur ekologis maupun infra struktur yang berwawasan lingkungan. Perumusan supra struktur ekologis antara lain dapat diciptakan sistem teologi pelestarian lingkungan. Sedangkan penciptaan struktur ekologis antara lain dapat dibuat rumusan tatanan hukum, pranata sosial, lembaga sosial yang berwawasan lingkungan.
Adapun penjabaran infra struktur-ekologis dapat dilakukan dengan menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kondusif bagi pelestarian lingkungan. Singkatnya, teologi pelestarian lingkungan merupakan teologi reflektif bukan teologi verbalistis.
Berdasarkan pendalaman dan pengembangan makna fungsional ekologis dari dua ayat al-Qur'an tersebut di atas dapat diambil natijah bahwa berdasarkan pendekatan rasional ekologis dan spiritual religius Islam pengembangan kesadaran, kearifan dan kepedulian lingkungan menjadi keniscayaan yang tidak dapat ditawar sedikitpun. Sebab, secara rasional ekologis pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis, the objective of environment. Hal ini karena manusia merupakan makhluk lingkungan. Antara manusia dengan lingkungan memiliki keterhubungan mutual simbiosis cukup kuat Manusia membutuhkan lingkungan sebagai tempat melangsungkan kehidupannya. Fakta menunjukkan bahwa manusia tidak dapat hidup di luar lingkungan. Sebab, lingkungan telah menyediakan fasilitas kehidupan bagi manusia berupa daya dukung lingkungan secara optimum.
Di sisi lain, lingkungan juga membutuhkan manusia. Sebab, manusia merupakan makhluk yang paling berpeluang menjadi makhluk yang bertanggungjawab dalam tindak pelestarian lingkungan. Dengan ungkapan lain, manusia sebagai subyek pengelola lingkungan mampu membuat perencanaan, mampu melaksanakan dan mampu mengawasi tindak pelestarian lingkungan baik yang dilakukan oleh manusia sendiri ataupun yang dilakukan oleh komponen lain. Dengan demikian, pelestarian lingkungan memerlukan partisipasi aktif dari manusia. Inilah relevansinya dinyatakan bahwa antara manusia dengan lingkungan memiliki keterhubungan mutual simbiosis cukup kuat.
Dalam al-Qur'an ditegaskan bahwa semua kerusakan lingkungan hidup tidak lain merupakan akibat dari keserakahan manusia, sehingga mengeksploitasi alam lingkungannya habis-habisan. Oleh karena itu, sejak awal Allah memperingatkan akan adanya akibat ulah manusia tersebut.
ظهر الفساد في البر و البحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون
Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus). (QS. Ar-Rum: 41)
Demikianlah tuntunan al-Qur'an bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap lingkungan hidupnya dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada taranya bagi yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup serta tidak membuat kerusakan. Jika semua manusia bersikap terhadap lingkungan hidup sesuai tuntunan Allah dapat dipastikan bahwa manusia tidak akan ditimpa malapetaka akibat ulahnya sendiri.
Terhadap al-Qur'an surat ar-Rumayat 41, Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa surat ar-Rum ayat 41 itu menjadi petunjuk bahwa berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan adalah karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya. Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan.
Ahmad Mustafâ al-Marâgî, dalam Tafsîr al-Marâgî memberi komentar terhadap surat ar-Rum ayat41, bahwa ayat itu menjadi isyarat bahwa telah muncul berbagai kerusakan di dunia ini sebagai akibat dari peperangan dan penyerbuan pasukan-pasukan, pesawat-pesawat terbang, kapal-kapal perang dan kapal-kapal selam.Hal itu tiada lain karena akibat dari apa yang dilakukan oleh umat manusia berupa kezaliman, banyaknya lenyapnya perasaan dari pengawasan Yang Maha Pencipta.
Mereka melupakan sama sekali akan hari hisab, hawa nafsu terlepas bebas dari kalangan sehingga menimbulkan berbagai macam kerusakan di muka bumi. Karena tidak ada lagi kesadaran yang timbul dari dalam diri mereka, dan agama tidak dapat berfungsi lagi untuk mengekang kebinalan hawa nafsunya serta mencegah keliarannya. Akhirnya Allah SWT merasakan kepada mereka balasan dari sebagian apa yang telah merekakerjakan berupa kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan lalu yang berdosa. Barangkali mereka mau kembali dari kesesatannya lalu bertaubat dan kembali kepada jalan petunjuk. Mereka kembali ingat bahwa setelah kehidupan ini ada hari yang pada hari itu semua manusia akan menjalani penghisaban amal perbuatannya. Maka apabila ternyata perbuatannya buruk, maka pembalasannya pun buruk pula. Sehingga keadilan menaungi masyarakat semuanya, orang kuat merasa kasih sayang kepada orang yang lemah, dan adalah manusia mempunyai hak yang sama di dalam menggunakan fasilitas-fasilitas yang bersifat umum dan masyarakat semuanya bekerja dengan kemampuan yang seoptimal mungkin.
Sesudah Allah menjelaskan bahwa timbulnya kerusakan sebagai akibat dari perbuatan tangan manusia sendiri, lalu Dia memberikan petunjuk kepada mereka, bahwa orang-orang sebelum mereka pernah melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh mereka. Akhirnya mereka tertimpa azab dari sisi-Nya, sehingga mereka dijadikan pelajaran buat orang-orang yang sesudah mereka dan sebagai perumpamaan-perumpamaan bagi generasi selanjutnya.
Terhadap keterangan dua ahli tafsir tersebut, Hamka dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kadang-kadang termenung kagum kita memikirkan ayat ini. Sebab dia dapat saja ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini. Ahli-ahli fikir yang memikirkan apa yang akan terjadi kelak, ilmu yang diberi nama “Futurologi”, yang berarti pengetahuan tentang yang akan kejadian karena memperhitungkan perkembangan yang sekarang. Misalnya tentang kerusakan yang terjadi di darat karena bekas buatan manusia ialah apa yang mereka namai polusi, yang berarti pengotoran udara, akibat asap dari zat-zat pembakar, minyak tanah, bensin, solar dan sebagainya. Bagaimana bahaya dari asap pabrik-pabrik yang besar-besar bersama dengan asap mobil dan kendaraan bermotor yang jadi kendaraan orang ke mana-mana. Udara yang telah kotor itu dihisap tiap saat, sehingga paru-paru manusia penuh dengan kotoran.
Kemudian diperhitungkan orang pula kerusakan yang timbul di lautan. Air laut yang rusak karena kapal tangki yang besar-besar membawa minyak tanah atau bensin pecah di laut. Demikian pula air dari pabrik-pabrik kimia yang mengalir melalui sungai-sungai menuju lautan, kian lama kian banyak. Hingga air laut penuh racun dan ikan-ikan jadi mati. Pernah sungai Seine di Eropa menghempaskan bangkai seluruh ikan yang hidup dalam air itu, terdampar ke tepi sungaijadi membusuk, tidak bisa dimakan. Demikian pula pernah beratus ribu, berjuta ikan mati terdampar ke tepi pantai Selat Teberau di antara Ujung Semenanjung Tanah Melayu dan pulau Singapura. Besar kemungkinan bahwa ikan-ikan itu keracunan.
Apabila mengkaji keterangan para ahli tafsir tersebut, maka menurut penulis, timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup adalah sebagai akibat perbuatan manusia. Karenamanusia yang diberi tanggungjawab sebagai khalifah di bumi banyak yang tidak melaksanakan dengan baik. Padahal manusia mempunyai daya inisatif dan kreatif, sedangkan makhluk-makhluk lain tidak memilikinya.
Kebudayaan manusia makin lama makin maju sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan kemajuan tersebut, perkembangan persenjataan dan alat perusak lingkungan maju pula. Banyak contoh yang dapat dilihat dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan ulah manusia. Misalnya banyak pohon atau hutan ditebang dan dibakar tanpa ada usaha untuk menanamnya kembali. Bukit dan gunung digali untuk menimbun daratan rendah yang akan dijadikan pemukiman. Akibatnya banyak musibah terjadi seperti gangguan asap, banjir, tanah longsor, dan sebagainya terjadi di mana-mana.
Lingkungan bertambah parah dengan banyaknya kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran udara (polusi). Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia dan kehidupan sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik seringkali dibuang seenaknya ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula kapal-kapal tanker yang membawa minyak sering mengalami kebocoran, sehingga minyaknya tumpah ke laut. Akibatnya air sungai dan laut beracun yang menyebabkan mati atau tercemarnya ikan dengan zat beracun, dan yang lebih dahsyat adalah kerusakan lingkungan akibat perang.
Semua kerusakan sebagaimana dikemukakan di atas merupakan akibat dari keserakahan manusia, sehingga mengeksploitasi alam lingkungannya habis-habisan. Oleh karena itu, sejak awal Allah memperingatkan akan adanya akibat ulah manusia tersebut.
ظهر الفساد في البر و البحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون
Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus). (QS. Ar-Rum: 41)
Demikianlah, tuntunan Allah bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap lingkungan hidup dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada taranya bagi orang yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup serta tidak membuat kerusakan. Jika semua manusia bersikap terhadap lingkungan hidup sesuai tuntunan Allah dapat dipastikan bahwa manusia tidak akan ditimpa malapetaka akibat ulahnya sendiri.




































No comments:

Post a Comment