Syahrin Harahap merumuskan kriteria keluarga bahagia (sakinah) setidaknya memiliki sepuluh ciri, yaitu:
a. Saling menghormati dan saling menghargai antara suami isteri, sehingga terbina kehidupan yang rukun dan damai.
b. Setia dan saling mencintai sehingga dapat dicapai ketenangan dan keamanan lahir batin yang menjadi pokok kekalnya hubungan.
c. Mampu menghadapi segala persoalan dan segala kesukaran dengan arif dan bijaksana, tidak terburu-buru, tidak saling menyalahkan dan mencari jalan keluar dengan kepala dingin.
d. Saling mempercayai, tidak melakukan hal yang menimbulkan kecurigaan dan kegelisahan.
e. Saling memahami kelebihan dan kekurangan.
f. Konsultatif dan musyawarah, tidak segan minta maaf jika bersalah.
g. Tidak menyulitkan dan menyiksa pikiran tetapi secara lapang dada dan terbuka.
h. Dapat mengusahakan sumber penghasilan yang layak bagi seluruh keluarga.
i. Semua anggota keluarga memenuhi kebahagiaannya.
j. Menikmati hiburan yang layak.[1]
Sedangkan menurut Dadang Hawari, mengutip pemikiran Nick Stinnet dan John De Prain dari Universitas Nebraska, AS, dalam studinya berjudul The National Study of Family Strenght, ada enam kriteria untuk mewujudkan keluarga sakinah, yaitu:
a. Ciptakan kehidupan religius dalam keluarga. Sebab dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika kehidupan yaitu antara lain kasih sayang, cinta mencintai dan kasih mengasihi dalam arti yang baik.
b. Tersedianya waktu untuk bersama-sama keluarga. Kita harus ada acara keluarga, tidak ingin diganggu urusan kantor, organisasi dan lain-lain.
c. Keluarga harus menciptakan hubungan yang baik antar anggota. Artinya, terjadi segi tiga interaksi, komunikasi yang baik, demokratis dan timbal balik antara ayah, ibu dan anak.
d. Saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu dan anak.
e. Jika mengalami masalah, prioritas utama adalah keutuhan keluarga, maka disini diperlukan kesadaran masing-masing anggota keluarga untuk saling pengertian, lebih mengutamakan kebersamaan dan tidak egois.
f. Keluarga sebagai unit terkecil antara ayah, ibu dan anak adanya hubungan yang erat dan kuat.[2]
[1] Shahrin Harahap, Islam Dinamis: Menegakkan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur’an dalam Kehidupan Modern Di Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996, hlm. 164
[2] Dadang Hawari, al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Ilmu Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 117
terimakasih infonya sangat bermanfaat, kunjungi http://bit.ly/2wFUPf3
ReplyDelete