MENGGAPAI KETENTRAMAN JIWA

gembala
Setiap manusia pasti menginginkan dan mengharapkan memiliki jiwa yang tenang, tentram dan jauh ketegangan-ketegangan serta konflik-konflik batin atau kejiwaan. Untuk mendapatkannya maka setiap manusia perlu memperhatikan faktor-faktor yang mendukung terciptanya jiwa yang tenang dan tentram.
Faktor-faktor yang mendukung untuk tercapainya ketenteraman jiwa, dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan psikologi dan pendekatan agama.
Dari pendekatan psikologi, ada beberapa faktor yang mendukung terciptanya ketenteraman jiwa bagi manusia. Menurut Abraham Maslow, sebagaimana dikutip oleh Dr. Jamaluddin Ancok bahwa “Apabila manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan mengalami gangguan jiwa”.[1]
Kebutuhan-kebutuhan hidup yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk hidup; makan, minum, istirahat adalah contoh-contoh dari kebutuhan dasar ini. Orang tidak akan memikirkan kebutuhan lainnya sebelum kebutuhan dasar ini terpenuhi.
2. Kebutuhan akan Rasa Aman
Setelah orang dapat memenuhi kebutuhan dasar selanjutnya berkembang keinginan untuk memperoleh rasa aman. Orang ingin bebas dari rasa takut dan kecemasan. Manifestasi dari kebutuhan ini antara lain perlunya tempat tinggal yang permanen, pekerjaan yang permanen.
3. Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Perasaan memiliki dan dimiliki oleh orang lain atau oleh kelompok masyarakat adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Kebutuhan akan terpenuhi bila ada saling perhatian, saling kunjung mengunjungi sesama anggota masyarakat. Keintiman di dalam pergaulan hidup sesame anggota masayarakat adalah sesuatu yang menyuburkan terpenuhinya kebutuhan ini.
4. Kebutuhan akan Harga Diri
Pada tingkat ini orang ingin dihargai sebagai manusia, sebagai warga Negara.
5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan pada tingkat ini adalah kebutuhan yang paling tinggi, menurut Maslow, pada tingkatan ini manusia ingin berbuat sesuatu yang semata-mata karena dia ingin berbuat sesuatu yang merupakan keinginan dari dalam dirinya. Dia tidak lagi menuntut penghargaan orang lain atas apa yang diperbuatnya. Sesuatu yang ingin dia kejar di dalam kehidupan. Tingkat ini antara lain adalah keindahan, kesempurnaan, keadilan dan kebermaknaan.[2]
Sedang menurut Dr. Kartini Kartono menyebutkan bahwa kebutuhan-kebutuhan hidup manusia meliputi:
1. Tercapainya kebutuhan-kebutuhan pokok.
Dalam hal ini karena setiap manusia pasti memiliki dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok. Dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok tersebut menuntut pemenuhan, sehingga jiwa menjadi tentram atau boleh dikatakan bahwa ketegangan-ketegangan jiwa menjadi tentram, atau boleh dikatakan bahwa ketegangan-ketegangan jiwa akan menurun jika kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut terpenuhi.
2. Tercapainya kepuasan, sikap orang pasti menginginkan kepuasan, baik fisik maupun psikis.
Dia ingin merasa kenyang, aman, terlindungi, ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan lain-lain, pendeknya ingin puas di segala bidang.
3. Posisi dan status sosial, setip lingkungannya, selama posisi dan status sosial itu sesuai dengan harapan san kemampuan dirinya, maka individu tersebut tidak mempunyai jiwa yang bimbang.[3]
Dari dua pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang yang merasa sejahtera dan tentram jiwanya adalah apabila orang tersebut mampu memahami kebutuhan-kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik seperti sandang, pagan, papan dan kebutuhan psikis seperti rasa aman, rasa ingin tahu, rasa bebas merdeka, mencapai kesuksesan, dan memperoleh keadilan, serta kebutuhan sosial seperti kebutuhan memperoleh kasih sayang, kebutuhan dihargai atau memperoleh penghargaan.
Sedang dalam pendekatan agama, manusia akan mempunyai jiwa yang tentram apabila manusia tersebut mempunyai iman yang kuat, teguh dan benar serta selalu mengingat kepada Allah. Seseorang yang keimanannya telah menguasainya, apapun yang terjadi tidak akan mengganggu dan mempengaruhinya. Dan dia merasa yakin bahwa keimanannya itu akan membawanya kepada ketenteraman dan kelegaan hatinya.[4] Hal ini diperkuat dengan statemen yang difirmankan oleh Allah bahwa:
الذين آمنوا و عملوا الصالحات طوبى لهم و حسن مئآب
Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kebahagiaan hiduplah bagi mereka dan tempat kembali yang baik. (Qs. al-Ra’du: 29).


[1] Jamaluddin Ancok, Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 92
[2] Djamaluddin Ancok, Op. Cit. hlm. 92-93
[3] Kartini Kartono dan Jenny Andari, Op. Cit., hlm. 29-30.
[4] Zakiyah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 14



























No comments:

Post a Comment