PERBEDAAN SYARIAT DAN FIQIH

fiqih
Syariat menurut bahasa Arab adalah sumber atau aliran air yang digunakan untuk minum. Dalam perkembangannya kata tersebut oleh orang Arab digunakan untuk mengacu pada jalan agama yang lurus, jadi dari akar kata tersebut syariat diartikan sebagai agama yang lurus yang diturunkan Allah Swt kepada manusia. Dalam bahasa Inggris, syari’ah diartikan sebagai Canon Law of Islam, yaitu keseluruhan perintah Allah, dan perintah itu dalambahasa fiqih adalah hukm (jamaknya, ahkām).[1]
Secara istilah, menurut Manna’ al-Qattan, syariat adalah segala ketentuan Allah bagi hambanya yang meliputi masalah aqidah, ibadah, akhlak, dan tata kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Fathi al-Daraini, syariat adalah segala yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw berupa wahyu, baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun dalam sunnah Nabi yang diyakini kesahihannya.[2]
Berdasarkan definisi tersebut maka syariat merupakan sumber dari fiqih, karena fiqih merupakan pemahaman yang mendalam terhadap teks-teks suci, dan merupakan upaya mujtahid dalam menangkap makna dan illat yang dikandung dalam teks tersebut.
Jadi, syariat bukan fiqih, karena syariat bersumber dari Allah dan Rasul-Nya, yang menjadi sumber dalam pembentukan dan pengembangan hukum Islam dalam berbagai dimensi, dan menjadi rujukan dalam mengarahkan dan memberi makna terhadap berbagai pranata sosial yang bersifat universal dan abadi. Sedangkan fiqih hanya merupakan hasil ijtihad para mujtahid terhadapayat suci al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw. Oleh karenanya, fiqih tidak bisa dipisahkan dari syariat, karena keduanya mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Sedangkan Abd al-Ati, seperti yang dikutip Hasan Bisri, menyatakan bahwa hukum Islam mempunyai fungsi ganda, yaitu fungsi syariah dan fungsi fiqih.
Fungsi syari’ah merupakan fungsi kelembagaan yang diperintahkan Allah untuk dipatuhi sepenuhnya, atau saripati petunjuk Allah untuk setiap mukallaf dalam mengatur hubungannya dengan Allah, sesama muslim, sesama manusia dan semua makhluk di dunia.
Sedangkan fiqih merupakan produk daya pikir manusia yang dengan daya intelektualnya mencoba menafsirkan penerapan prinsip-prinsip syari’ah secara sistematis. Selanjutnya dijadikan pedoman hidup yang dikembangkan secara berkelanjutan dalam rentang waktu yang sangat panjang. Kemudian fiqih tersebut disosialisasikan dan memberikan makna Islami terhadap pranata sosial yang ada, dan bahkan bisa menciptakan pranata sosial yang baru.[3]


[1] Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 40.
[2] Abdul Aziz Dahlan, et al, “Fikih”, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 2003), hlm. 332.
[3] Ibid, hlm. 16-17.










No comments:

Post a Comment