Dalam bahasa Arab, nafs mempunyai
banyak arti salah satunya adalah jiwa.[1]
Nafs dalam arti jiwa telah dibicarakan para ahli sejak kurun waktu yang
sangat lama. Dan persoalan nafs telah dibahas dalam kajian filsafat,
psikologi dan juga ilmu tasawuf.[2]
Dalam diri manusia jiwa mengalami kehidupan melalui akal, roh dalam tubuh.
Tanpa mengkonsentrasikan akal, tubuh tidak mampu berperan sebagai kendaraan
jiwa, dan tubuh adalah kendaraan bagi jiwa, mudahnya, akal adalah kendaraan
jiwa, dan tubuh adalah kendaraan akal. Banyak orang meyakini bahwa otaklah yang
berfikir, hatilah yang merasakan. Tetapi kenyataannya, akal memampukan akal
untuk berfikir dengan kongret, hati dan fisik memampukan hati, faktor perasaan,
agar merasakan dengan jelas. Jiwa berdiri terpisah sebagai cermin yang padanya
semua aktivitas akal dan tubuh direfleksikan. “Setiap jiwa dilahirkan untuk
suatu tujuan, dan cahaya tujuan itu telah menyala di dalam jiwa itu.[3]
Psikologi sufi mencakup sebuah model jiwa manusia yang di
dasari oleh prinsip. Jiwa memiliki tujuan aspek atau dimensi, mineral, nabati,
hewani. Pribadi ihsani dan jiwa rahasia serta maha rahasia,
masing-masing kita memiliki tujuan tingkat kesadaran. Tasawuf bertujuan agar
ketujuh tingkat kesadaran ini dapat bekerja secara seimbang dan selaras.
Banyak sistem psikologi dan spiritual yang
hanya menekankan kepada fungsi satu atau dua tingkat kesadaran tersebut. Di
dalam tasawuf, keseimbangan emosi dan hubungan yang sehat dan menyehatkan
adalah sama pentingnya dengan kesehatan spiritual dan jasmani. Tujuannya adalah
hidup sepenuhnya di dunia tanpa merasa terikat kepadanya atau melupakan sifat dasar
diri kita dan tujuan spiritual kita.[4]
Model ini mengintegrasikan fisik, psikis, dan spiritual.
Aspek fisik kehidupan kita ditopang oleh
kearifan mineral, nabati dan jiwa hewani yang telah ada sejak dahulu kala.
Fungsi psikis kita berakar dari jiwa yang terletak pada otak, dan merupakan
bernaungnya ego dan kecerdasan. Alam spiritual kita adalah lompatan kualitatif
melampui fisik dan psikis (keduanya berakar dalam jasmani dan wujud kita). Jiwa
insani, jiwa rahasia, dan maha rahasia berada dalam hati spiritual yang
non-materi. Jiwa insani adalah tempat kasih sayang dan kreativitas, jiwa
rahasia adalah tempat akhir terhadap Tuhan, jiwa maha rahasia adalah yang tak
terbatas. Percikan ilahiyah di dalam diri kita.
Menurut tradisi tasawuf untuk kesehatan jiwa, di sini kita memiliki tujuan jiwa atau tujuan
sisi dari seluruh jiwa kita. Masing-masing mewakili evolusi yang berbeda. Jiwa
mineral, nabati, hewani, pribadi, insani, rahasia, dan maha rahasia. Model
tasawuf mengenai jiwa-jiwa ini bersifat seimbang. Menurut model ini,
perkembangan spiritual bukanlah semata berkenaan dengan mengembangkan jiwa yang
lebih tinggi dan mengabaikan atau bahkan melemahkan yang lebih rendah. Tiap
jiwa memiliki potensi yang berharga.
Dalam tasawuf, perkembangan spiritual
sejati berarti perkembangan seluruh individu secara seimbang, termasuk tubuh,
akal dan jiwa yang yang berkaitan dengan fisik. Ketika pergerakan jiwa sehat
dan alamiyah berpindah dari satu titik ke titik lainnya, apa yang sehat bisa menjadi mengandung racun. Contohnya,
curare adalah obat penyakit jantung yang bagus, namun bisa juga digunakan
sebagai racun yang mematikan.
Jika kita memperhatikan sebagaimana dari
jiwa-jiwa kita dan mengabaikan sebagian yang lain, tak terhindarkan lagi kita
akan kehilangan keseimbangan. Sebagai contoh, jika kita mengabaikan jiwa nabati
dan hewani, maka kita akan kehilangan kendali akan kebutuhan dasar tubuh kita dan
membahayakan kesehatan kita. Contoh
klasiknya adalah seorang pemprogram komputer yang disibukkan oleh tugas-tugas
yang membutuhkan kecerdasan otaknya, sehingga ia memakan makanan-makanan tak
bergizi dan menderita kekurangan tidur, serta olah raga. Jika kita mengabaikan
jiwa rahasia dan jiwa maha rahasia, maka dalam tubuh akan mengalami kelemahan dalam
spiritual.
Banyak orang menjalani kehidupan dilimpahi
oleh kesuksesan materi dan aktivitas duniawi. Namun, secara spiritual mereka
sangat kekurangan. Berdasarkan teori keseimbangan tujuh jiwa akan memberikan
kesehatan bagi tubuh kita dan pertumbuhan seimbang, serta kehidupan bermakna.[5]
Untuk jiwa mineral adalah jiwa mineral
berada diluar keseimbangan. Maka satu sisi akan menjadi tidak fleksibel, keras
dan kaku, manusia yang memiliki kecenderungan ini akan merasa kesulitan untuk
menerima informasi dan tanpa pengetahuan, maka tidak akan berkembang spiritual disisi
lain. Sebagian orang bersifat lemah, cengeng, atau terlalu mudah ditundukkan.
Jiwa nabati, sebagian manusia tampaknya
berfungsi terutama pada tingkat jiwa tumbuhan. Ketika seorang dalam keadaan batas-batas pingsan, misalnya
mereka dikatakan berada pada kondisi tumbuhan. Adakalanya kita mungkin secara
sadar untuk membatasi perilaku kita sebatas jiwa tumbuhan. Jika kita sakit atau
letih, maka kita butuh beristarahat dan
memulihkan kembali kekuatan kita. Hal tersebut adalah solusi alamiah dan
temporal bagi penyakit atau keletihan. Perputaran aktivitas dan istirahat
adalah alamiah bagi kita dan ia di bangun ke dalam bioritme tubuh.[6]
Jiwa hewani, jiwa ini dalam keadaan tidak
seimbang karena jiwa hewani ini didasari oleh kepuasan naluriah. Tidak ada
moralitas ataupun belas kasih manusia yang didominasi oleh amarah, rasa takut,
atau hasrat seperti hewan. Contoh yang diharamkan dalam tasawuf yaitu meminum
minuman keras dan obat terlarang. Karena semua itu dapat membius jiwa pribadi
dan jiwa insani.[7]
Jiwa pribadi, manusia yang didominasi oleh
ketidak-seimbangan jiwa pribadi akan terperangkap di dalam cengkeraman ego
negatif. Ego adalah inti jiwa pribadi.
Jiwa insani, jiwa insani berada di luar
batas keseimbangan, seseorang mungkin saja disesatkan oleh belas kasih sayang
yang tidak pada tempatnya, wadah dari belas kasih, keimanan, dan kreativitas.
Jiwa rahasia, salah satu bentuk
ketidakseimbangan jiwa rahasia adalah materialisme. Bentuk ketidak-seimbangan
lainnya yang berlawanan adalah penolakan terhadap dunia dengan diiringi
kemalasan.[8]
Jiwa maha rahasia, tidak seperti enam jiwa lainnya, pada jiwa maha rahasia ini tidak dikenal
istilah ketidak-seimbangan, karena ia adalah percikan Illahi di dalam
diri masing-masing kita.[9]
Dalam tasawuf yang mempunyai arti pendekatan
pada Tuhan, maka kita sangat memperhatikan bahwa ajaran tasawuf yang mempunyai tingkatan-tingkatan
itu, dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit yang ada dalam diri manusia,
terutama masalah jiwa. Di atas telah dijelaskan jiwa yang mempunyai banyak
arti, di sini, bila jiwa kita jelek,
maka akan berpengaruh pada diri kita.
Hanya dengan ajaran tasawuflah, kita dapat mengembangkan diri dengan berdzikir,
dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Kadang ada orang yang mempunyai
gangguan jiwa, maka perlu adanya kesehatan jiwa yang dapat menyembuhkan orang yang tidak sehat
jiwanya.
Adapun pengertian dari kesehatan jiwa
menurut kedokteran pada waktu sekarang adalah, satu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dan perkembangan ini
selaras dengan keadaan orang lain. Maka kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat
yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dan dalam
hubungannya dalam fungsi jiwa seseorang
itu merupakan gangguan di bidang kejiwaan.[10]
Ajaran tasawuf dapat berperan sebagai
pelindung berbagai penyebab masalah. Ada hubungan timbal balik antara ajaran
tasawuf dengan penyakit jiwa. Bahwa seseorang yang dengan tekun beribadat
secara rutin, ternyata memiliki resiko lebih rendah untuk terkena penyakit.
Kemudian dalam hal kemampuan mengatasi penderita yang terkena penyakit jiwa dan
penyembuhan, ternyata mereka yang rajin beribadatlah yang lebih mampu mengatasi
dan proses penyembuhan penyakit lebih cepat.
Dalam menangani kesehatan jiwa manusia
untuk mencapai kesejahteraan hidup (Well Being), maka ada dua ruang
lingkup yang dapat dilakukan. Kerjasama antara agama, disatu pihak yaitu agama
Islam yang mengajarkan tasawuf, dan pengobatan secara keseluruhan. Maka dengan cara
yang telah diajarkan dalam tasawuf, yaitu dimulai dengan cara bertaubat, tidak
akan mengulangi lagi, dan bertaubat karena banyak melakukan kesalahan.
Selanjutnya, setelah pada tingkatan taubat,
dalam penyembuhan membutuhkan ketekunan, dedikasi dan disiplin. Tiga prinsip
tasawuf adalah kunci maju menuju tingkatan yang lebih baik, lebih halus, dengan
tiga prinsip sebagai berikut:
Zuhud; menjauhkan dunia ini agar terhindar
dari hukuman di akhirat. Dalam zuhud ini orang berada pada tingkatan yang tinggi ia tidak akan memandang
segala sesuatu, kecuali Allah.
Fakir (Faqr) adalah dapat sebagai
kekurangan harta yang diperlukan seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia.
Sikap faqr menjadi penting dimiliki oleh orang sedang berjalan menuju
Allah.
Sabar (ash-shabar). Kesabaran jika
dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amarah, dinamakan sebagai
sabar jiwa (shabr an-nafsi). Sedangkan menahan terhadap penyakit fisik
disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani) kesabaran jiwa sangat
dibutuhkan dalam berbagai aspek seperti untuk menahan nafsu makan dan seks yang
berlebihan.
[1] Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Mengembangkan
Ilmu-ilmu Agama), Jilid 2, terjemahan Prof. TK. H Ismal Yakub MA, SH.,
Pustaka Nasional Pte led, Singapre, 1988,
hlm. 123
[2] Bahasa Arab menggunakan term nafs
untuk menyebutkan jiwa. Tidak hanya sebagai hawa nafsu tetapi jiwa juga dapat
bersifat lembut, rohani, dan rabbani dan banyak hal, seperti roh, diri manusia,
hakekat sesuatu darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran kulit, jasad,
kedekatan, zat, mata, kebesaran dan
perhatian.
[3] Hazrat Inayat Khan, The Heart of
Sufism, Terjemahan Andi Haryadi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002,
hlm. 240
[4] Robert Frager, Hati, Diri, Jiwa
(Psikologi Sufi untuk Transformasi), Terjemahan Hasmiyah Rauf, Serambi, Jakarta, hlm. 32
[5] Ibid., hlm. 139
[6] Dr. Mir. Valiuddin, Zikir Dan
Kontemplasi dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung, 2002, hlm. 123
[7] Ibid., hlm. 158
[8] Ibid., hlm.
162
[9] Dr. Mir. Valiuddin, op. cit., hlm. 145
[10] Prof Dr. dr. H. Dadang Hawari, Dimensi
Psikiater dan Psikologi Islam,
PT. Amanah Bunda Sejahtera, Solo, 1997, hlm. 12
No comments:
Post a Comment