Fir’aun
dalam al-Qur’an digambarkan sebagai sosok penguasa yang zhalim, walaupun dalam
sejarah banyak terjadi perbedaan pendapat mengenai siapakah sebenarnya Fir’aun
yang dikisahkan hidup pada zaman Nabi Musa, melalui bukti-bukti dan temuan-temuan
yang dilakukan oleh beberapa ahli Egyptologi secara pasti memang dapat
ditentukan bahwa Ramses II dan Marneptah-lah yang hidup pada masa Nabi Musa.
Atau ada yang berpendapat nama Fir’aun yang hidup sezaman dengan Nabi Musa a.s.
adalah Al-Walid ibnu Mus’ab ibnu Rayyan, atau Mus’ab ibnu Rayyan, yang
mempunyai nama kun-yah Abu Murrah.
Terlepas
dari semua itu, Al-Qur’an secara sengaja menyembunyikan nama-nama Fir’aun
tersebut (begitu juga bible tidak menyebutkan nama Raja Mesir itu), karena
maksud al-Qur’an menceritakan kisah Fir’aun bukan untuk membentuk kronologi
cerita yang didalamnya memuat unsur-unsur seperti nama, tempat dan lain-lain.
Al-Qur’an bahkan tidak menyebutkan nama-nama tempat, yaitu kota yang dibangun
oleh orang Israil pengikut Musa ataupun tidak menyebutkan matinya Fir’aun
ketika Musa menetap di Madyan.
Tetapi
al-Qur’an secara panjang lebar menguraikan beberapa karakter dan bentuk-bentuk
penindasan Fir’aun terhadap orang-orang Israil pengikut Musa. Antara lain
Fir’aun digambarkan sebagai pengausa yang sangat zhalim yang berbuat melebihi
kodaratnya sebagai manusia (Innahu Thagha). Dan bertindak tidak manusawi dengan
memperbudak rakyat yang lemah. Ia telah mengigkari jati dirinya sebagai hamba
dan berpretensi sebagai tuhan.
Pembangkangan
yang dilakaukan oleh Fir’aun dan para pendukungnya antara lain, penyembelihan
anak laki-laki (QS. al-Baqarah [2]:49), Kezhaliman (QS. Al-‘araf [7]:103),
penganiayaan terhadap rakyat (QS. Al-‘Araf [7]: 141), kesombongan diri (QS.
Yunus [10]: 75), pemborosan (Lihat misalnya Monumen-monumen megahnya yang
mereka dirikan tanpa makna ekonomis), pemerintahan sewenang-wenang (QS. Thaaha
[20]: 43), kebijakan memecah belah kelompak masyarakat untuk melayani
kepentingan serta perusakan (QS. Al-Qashash [28]: 4), berbagai kesalahan dan
kriminal (QS. Al-Qashash [28]: 8), dan lain-lain.
Banyak
sekali nikmat yang telah Allah berikan kepada Fir’aun tetapi ia dan para
pengikutnya selalu kufur. Oleh karena itu Musa diutus kepada Fir’aun agar mau
menyembah Allah.
Disamping
kesombongan Fir’aun dan Haman yang telah dijelaskan al-Qur’an, masih banyak
profil hamba-hamba Allah SWT yang durhaka, diantaranya Qorun.[1]
Allah SWT mengutus Nabi Musa a.s. untuk mengajak Qarun agar berbuat kebaikan,
dan kembali ke jalan Allah.
“dan (juga) Karun, Fir’aun dan Haman. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa a.s. dengan (membawa bukti-bukti)
keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka)
bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran)”.
(QS.al-Ankabut :39)
Dalam
ayat di atas Allah mengkatagorikan Qarun seperti Fir’aun. Sebagaimana juga Haman.
Kategori yang dimaksud adalah keduanya punya karakter yang suka menindas
terhadap rakyat miskin, dan sama-sama mendustakan utusan Allah dan menolak
perintah ini dengan mengatakan bahwa Musa hanya seorang ahli sihir yang dusta.
Disamping kesombongan Fir’aun dan Haman yang telah dijelaskan al-Qur’an, masih banyak
profil hamba-hamba Allah SWT yang durhaka, diantaranya Qorun.
Penyebutan
Qarun bersama Fir’aun dalam satu teks itu, semakin menegas-kan bahwa
karakter-karakter Fir’aun akan selau muncul dalam realitas sosial.
Peran
Musa kepada Fir’aun –yang karakteristiknya telah diwarisi oleh
pengikut-pengikutnya yang lain– adalah pada soal ilusi kekuasaan dan
keabadianya yang telah memperbudak dirinya dan para pengikutnya. Karena
universalitas perhatian tuhan maka kesempatan harus slalu diberikan kepada
setiap hambanya agar mau kembali kejalan yang benar dengan diberikanya
peringatan-peringatan yang berupa munculnya wabah penyakit, tahun-tahun
kekeringan, dan lain-lain.
Tapi
ketika peringatan-peringatan sudah tidak bisa mengubah karakter manusia,
seperti Fir’aun maka azab didunia akan menjadi hukuman bagi mereka yang
membangkang.
“(keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun
dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan
ayat-ayat Tuhannya maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan
Kami tenggelamkan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah
orang-orang yang zalim”. QS. al-Anfal [8:54]
Akhirnya
karena kesombonganya itu, maka Fir’aun dan para pengikutnya (Qarun dan Haman)
diazab oleh Allah SWT. Fir’aun ditenggelamkan di laut merah, sedang Qarun
beserta kekayaanya termasuk rumahnya dibenamkan kedalam bumi.
Itulah
medan sejarah yang harus diterapkan pada masa sekarang ini, terlepas dari
Fir’aun yang hidup pada masa Nabi Musa, atau orang-orang yang durhaka kepada
Allah pada zaman setelahnya, baik itu setelah Nabi Isa atau setelah Rasul
terakhir yaitu Muhammad SAW. Ibrah dari kehancuran
Fir’aun adalah ketika manusia sudah melampaui batas zhalim, menindas dan
melupakan prinsip-prinsip risalah tuhan yang disampaikan melalui utusanya, maka
azab Allah pasti terjadi dalam segala bentuk.
Gambaran
di atas mengingatkan dan sekaligus menyadarkan kita untuk mentaati hukum Allah,
dan mengajak kita untuk merenungi kembali makna yang terkandung dalam kitab
suci al-Qur’an, terutama pengungkapan kisah-kisahnya yang banyak mengandung
nilai-nilai untuk dijadikan bahan introspeksi baik secara personal maupun
secara luas dalam bermasyarakat dan bernegara. Kehancuran Fir’aun merupakan ilustrasi
Allah dalam menumpas segala kejahatan dan kezaliman, maka tidak mustahil di abad
ini peristiwa yang sama akan terulang lagi jika umat ini lalai dari
kewajibanya.
Oleh
karena itu ancaman Allah untuk menghancurkan suatu negara, bangsa, dan
masyarakat, disangkutkan dengan kedzaliman sosial. Masyarakat yang tidak
mewujudkan keadilan akan dihancurkan oleh Allah tanpa peduli apakah masyarakat
itu secara formal menganut ajaran yang benar atau tidak.[2]
Seperti Fir’aun dan umat-umat sebelumnya.
“Telah mendustakan (rasul-rasul pula)
sebelum mereka itu kaum Nuh, 'Aad, Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak,
dan Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah. Mereka itulah golongan-golongan yang
bersekutu (menentang rasul-rasul). Semua mereka itu tidak lain hanyalah
mendustakan rasul-rasul, maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku”. QS. Shaad
[38:12-14]
“Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum
Nuh dan penduduk Rass dan Tamed. dan kaum Aad, kaum Fir'aun dan kaum Luth, dan
penduduk Aikah serta kaum Tubba' semuanya telah mendustakan rasul-rasul maka
sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan”. QS. Qaf
[50:12-14]
Ayat di atas
merupakan Sunnatullah tuhan sekaligus sebagai peringatan terhadap manusia bahwa
kaum yang sombong, durhaka seperti; Kaum Nuh,[3]
‘Ad,[4]
Fir’aun, Tsamud,[5]
kaum Luth,[6]
Ashabul Aikah,[7]
Ashabur Rass[8]
akan dihancurkan oleh Allah.
Jenazah
Fir’aun yang mati tenggelam diselamatkan oleh Allah agar dijadi-kan pelajaran,
dengan menimbang, mengenalinya, memikirkanya, dan men-jadikanya sebagai nasihat.
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu
supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
QS. Yunus [10:92]
Masa
kekuasaan Fir’aun telah ribuan tahun berlalu, pada saat turunya ayat ini,
sejarah sudah tidak mengetahi dimana tubuh Fir’aun, namun dengan kehendak Allah
mayat Fir’aun tidak tenggelam ke dasar laut tetapi ombak menyelamatkan jasadnya
dan menghempaskanya ke tepi pantai dan akhirnya penemuan Mumi menyingkapkan
ayat tersebut.
Satu ayat yang meramalkan peristiwa ribuan tahun yang lalu
kemudian baru terjadi. Dan ini merupakan tanda-tanda dari Allah agar dijadikan
pelajaran bagi orang-orang yang datang kemudian.
[1] Dalam sejarah dikisahkan
bahwa Qarun adalah seorang yang sangat kaya raya dari Bani Israil. Allah SWT
telah memberikan kekayaan yang sangat banyak, sehingga kalau anak kunci
gudang-gudang tempat menumpuk harta itu dikumpulkan semuanya, maka tidak ada seorangpun
yang bagaimana juga kuatnya dapat memikul anak-anak kunci itu. Dengan harta
benda yang dimilikinya itu, dia bukan menolong memperbaiki nasib orang-oarng
miskin tapi malah memperbudak mereka serta memeras tenaganya. lihat S. M. Suhufi,
Kisah-kisah dalam al-Qur’an, terj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung:
Penerbit al-Bayan, 1994), cet. I, hlm. 110.
[2] Lihat (QS. al-Isra’ [17]:
16); dan (QS. Muhammad [47]: 38).
[3] Dalam al-Qur’an Kaum Nuh
sering dirujuk sebagai kaum yang telah dimusnahkan lantaran tidak beriman. Nuh
diutus sebagai Rasul untuk kaumnya, dan mereka kafir serta ditenggelamkan lewat
banjir, bahkan anaknya Kan’an ikut tenggelam, sementara Nuh dan orang-orangnya
yang beriman diselamatkan dalam bahtera, lih. (QS. Hud [11]: 25-48).
[4] ‘Ad merupakan kaum zaman
lampau yang tinggi besar, mungkin berbentuk raksasa, lih. (QS. al-A’raf [7]:
69); yang membangun “tanda-tanda” diatas Bukit tinggi, lih. (QS. asy-Syu’ara
[26]: 128). Rasul Hud diutus kepada mereka, tetapi mereka mengingkarinya dan dimusnahkan
oleh angin yang membadai selama tujuh hari tujuh malam dan menyapu bersih segala
sesuatu kecuali bangunan yang telah dibuatnya.
[5] Dikatakan bahwa mereka telah
membor batu-batu karang di Wadi, lih. (QS. al-Fajr [89]: 9); membangun istana
ditempat-tempat yang datar dan memahat gunung untuk membangun rumah, lih. (QS.
al-‘Araf[7]: 74). Reruntuhan bangunan mereka masih dapat disaksikan lih. (QS. An-Naml
[27]: 52), dan (QS. al-Ankabut [29]: 38). Seorang Rosul diutus kepada mereka,
dan sebagai bukti kebenaran pesan ilahi yang dibawanya adalah seekor unta
betina dan seekor kuda yang menghasilkan mukjizat, kedua binatang ini harus
dihormati dan diberi minum. Namun kaum Tsamud mengingkari dan memotong-motong
unta tersebut. Mereka lalu dimusnahkan oleh gempa bumi, lih. (QS. al-‘Araf[7]:
78); oleh azab petir, (QS. Fushilat [41]: 16); dan (QS. adz-Dzariyat[51]: 44);
atau oleh suatu “teriakan keras” yang dikirim kepada mereka, (QS. al-Qamar[54]:
31).
[6] Luth telah diutus kepada
kaumnya. Ia mempersalahkan mereka karena ketidaksenonohan dan praktek sodomi
(homoseksual), ketika menentangnya dan mengancam akan mengusirnya, ia dan
keluarganya diselamatkan (kecuali istrinya yang ‘tertinggal’). Kota kaum Luth
lalu dimusnahkan oleh suatu hujan besar yang dikirim diatasnya, atau oleh badai
yang menyeramkan, lih. (QS. al-Qamar[54]: 34).
[7] Ashabul Ayka (orang-orang
dari Hutan atau belukar) yang dirujuk dalam (QS. al-Hijr[15]: 78; 38:13 dan QS.
Qaaf [50]: 14), identik dengan kaum Madyan, karena Rasul mereka adalah Syuaib,
mereka juga diseru untuk menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil. Seperti
orang-orang kafir lainya, kaum Madyan juga dimusnahkan dengan gempa bumi, atau teriakan
mengguntur.
[8] Orang-orang al-Rass dirujuk
dalam daftar kaum-kaum kafir yang dimusnahkan, tetapi tidak diberikan penjelasan
apapun tentang mereka, lih. (QS. al-Furqan [25]: 38); dan (QS. al-Qaaf [50]:
123).
No comments:
Post a Comment