Doa
mencakup bidang yang sangat luas. Hal ini sebenarnya menggambarkan manusia yang
memiliki harapan, keinginan, dan kelemahan. Jadi, pada hakikatnya kemampuan
kemanusiaan adalah sangat terbatas dan
oleh kare itu kita butuh kepada Allah Swt dalam segala keadaan.
Doa
adalah kontak batin dengan Allah sebagai perwujudan pengabdian hamba kepadaNya.
Berdoa merupakan suatu kebutuhan rohaniah yang diperlukan manusia dalam kehidupan
ini, yang telah terbukti dapat menjadi landasan dalam menentramkan jiwa
manusia, terlebih lagi pada saat terjadinya bencana, kesusahan atau malapetaka. Doa merupakan suatu elemen penting dalam Islam.
Hal ini sesuai dengan hadist nabi yang mengatakan: “Doa adalah ibadah” (HR. al-Bukhari).
Dalam Hadits lain disebutkan:
“Siapa
saja yang tidak memohon kepada Allah, maka Dia murka kepadanya”. (HR.
Turmudzi).
Hal
ini dapat dipahami karena pada dasarnya kegiatan berdoa adalah bentuk penghargaan
dan ketergantungan hamba kepada kebesaran dan keagungan Allah Swt. Berdoa bukanlah
sekedar hanya menyampaikan permohonan dan
keinginan kepada Allah Swt, tetapi merupakan perintah Allah Swt, seperti
firmanNya dalam al-Qur’an,
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas” (QS. al-A’raf:55)
Sehingga doa dapat dijadikan media
komunikasi yang menghubungkan antara hamba dengan Allah Swt. Jika kita melihat
dari sunnah Rasul maka setiap perilaku kita dalam kehidupan ini harus selalui dimulai
dengan doa. Hal ini menunjukkan bahwa hembusan nafas manusia tidak bisa dipisahkan
dengan kehadiran Allah. Apapun yang kita lakukan, Rasulullah mengajarkan
minimal membaca basmalah.
Mencermati perintah Allah dan
Rasululllah, sesungguhnya berdoa merupakan fitrah manusia. Manusia membutuhkan sandaran
yang paling hakiki dalam kehidupannya. Ia merasa menjadi makhluk yang lemah dan
tiada daya tanpa kekuatan dari Tuhannya. Kesadaran ini akan terasa manakala kesusahan
dan kesulitan menerpa kehidupannya. Bahkan sering tanpa disadari seseorang akan
menyebut Tuhannya saat ia membutuhkan pertolongan.
Kalimat-kalimat doa yang terucapkan oleh seseorang pada dasarnya mempunyai
kekuatan psikologis (ruhaniah) yang mampu membangunkan energi fisiologis (material).
Doa dapat diibaratkan sebagai radioaktif yang mengandung sumber tenaga dahsyat dari
Allah. Ketika seseorang berdoa, seseungguhnya ia sedang menghubungkan dirinya
dengan kekuatan yang maha dahsyat, karena Allah senantiasa melihat dan
mendengarkan setiap untaian kalimat doa para hamba-Nya.
Kesadaran diri sebagai hamba akan
diikuti dengan kesadaran akan kekuasaan Allah Swt, bukan yang lain (selain Allah).
Ia akan menyadari tentang sifat-sifat Allah yang sempurna (Asmaul husna),
kebesaran-Nya, kasih sayang-Nya dan keadailan-Nya. Kesadaran ini akan membantu
seseorang dalam melaksanakan setiap aktifitasnya hanya bergantung kepada Allah
dan hanya kehendak-Nya saja yang akan terjadi di muka bumi.
Kondisi psikologis orang yang mengakui
kebesaran Allah Swt akan senantiasa mengilhami dirinya untuk sering mendekat dan
bersungguh-sungguh menjalankan semua yang diperintah dan menjauhi semua yang
dilarang, bahkan dalam berdoapun ia akan sungguh-sungguh (khusyu’)
karena betul-betul mengharapkan Kemahamurahan Allah dalam mengabulkan
doanya.
Di samping itu seseorang yang telah
mengakui kekuasaan Allah Swt, akan senantiasa berprasangka baik terhadap apa yang
terjadi (menimpa dirinya), baik itu berupa kesenangan, terlebih lagi kesusahan.
Sehingga meskipun duka atau susah yang diterima ia akan tetap tidak kecewa
kepada Allah dan hamba-hambanya. Begitu pula ketika mendapatkan kegembiraan atau
kebahagiaan, ia tidak akan lupa dengan Dzat yang memberi dan tidak sombong
kepada makhluk lain yang tidak ikut menikmati kebagiaan, bahkan ia akan berbagi
dengan sesama untuk ikut merasakan kebahagiaannya.
Selanjutnya untuk menjembatani kesadaran
diri sebagai hamba dan kesadaran akan kekuasaan Allah Swt, seseorang akan
mengembangkan komunikasi sebagai bentuk media memberitahukan hasrat hidup
sebagai manusia. Dimensi ini dapat dilakukan dengan langsung secara verbal
(lisan), namun dapat juga disampaikan melalui hati (qalbu). Namun
sebagai manusia yang diberi Allah kemampuan verbal dan sunnatullah sebagai manusia,
komunikasi verbal menjadi sangat penting meskipun ada beberapa etika yang dianjurkan
dalam berdoa, misalnya tidak mengeraskan suara yang dapat mengganggu orang lain
atau seperti berbicara pada orang yang tidak bisa mendengar.
Komunikasi yang dilakukan dapat dimulai
dengan menyanjung kebesaran dan keagungan Allah serta doa dan shalawat kepada
kekasih Allah (Rasulullah Saw). Setelah itu dimulai dengan pengungkapan atas kelemahan,
dosa dan kesalahannya, sehingga mampu menimbulkan kerendahan hati di hadapan
Allah Swt. Kemudian diikuti dengan pengungkapan
atas kegundahan hati dalam menghadapi kesulitan, permasalahan maupun hal-hal lain yang membutuhkan
pertolongan Allah Swt. Komunikasi yang dilakukan secara intens akan terus
membuka tabir Kemahakuasan Allah dalam hidup manusia. Hal ini dikarenakan semakin
sering kita berkomunikasi dengan Allah maka perasaan kita semakin dekat kepada Allah,
dan inilah yang ditunggu-tunggu oleh Allah Swt. Bahkan Allah sangat menyukai rintihan
doa seorang hamba di kala semua orang telah
terlelap dalam tidur malam, dan janji Allah akan segera mengabulkannya (Allah
akan malu untuk tidak mengabulkan doa hamba yang bertakwa).
Menurut M. Quraish Shihab, bahwa
wujud Tuhan yang mutlak dirasakan oleh jiwa manusia serta keyakinan tentang
adanya hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya, tidak bisa mengantar manusia untuk
mengabaikan doa. Sebab, berlakunya hukum-hukum itu tidak mengakibatkan
terbebasnya Tuhan dari perbuatan dan kebijaksanaan-Nya. Di dalamnya terkandung juga
sunatullah (hukum-hukum Allah yang mengatur alam raya) dan inayatullah
(pertolongan-Nya). Dan selain itu, manusia memiliki naluri cemas dan mengharap.
Ia selalu membutuhkan sandaran. Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa,
bersandar kepada makhluk —betapapun kuat dan kuasanya ia— sering kali tidak membuahkan
hasil. Yang mampu memberi hasil hanyalah Tuhan semata.
Orang yang berdoa hendaknya yakin
hahwa Allah Swt dekat dan memperkenankan permohonan hamba-hamba-Nya yang tulus.
Allah memerintahkan agar orang yang berdoa niscaya percaya kepada-Nya. Ini bukan
saja dalam arti mengakui keesaan-Nya, tetapi juga percaya bahwa Dia akan
memilihkan yang terbaik untuk si pemohon. Dia tidak akan menyia-nyiakan doa
itu. Akan tetapi, boleh jadi Allah Swt memperlakukan si pemohon seperti seorang
ayah kepada anaknya; sesekali memberi sesuai permintaannya, di kali lain
diberikannya sesuatu yang lain dan lebih baik dan yang dimintanya. Tidak jarang
pula Allah Swt menolak permintaannya, tetapi memberikannya sesuatu yang lebih
baik di masa mendatang, kalau tidak di dunia maka di akhirat.
No comments:
Post a Comment